Modus Hoax Penculikan Kiai, Robek Baju Seolah Ditebas Parang

Muhammad Luth, admin MCA
Sumber :
  • Repro Twitter

VIVA – Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, polisi telah menganalisa sejumlah isu yang berpotensi memicu konflik horizontal di tengah masyarakat jelang tahun politik. Salah satu isu yang disoroti yakni isu penyerangan dan penculikan terhadap ulama atau kiai.

Raffi Ahmad Geram Dituduh Lakukan Pencucian Uang, Begini Responnya

Menurut Tito, ada segelintir orang yang ingin menciptakan perpecahan di Indonesia, dengan cara menyebarkan informasi palsu alias hoax secara sistematis di media sosial, khususnya dengan menggunakan isu penyerangan ulama.

"Salah satu persoalan kita adalah masalah media sosial ini. Saya sampai buat tim sendiri untuk menyelidiki isu penyerangan ulama itu," kata Tito Karnavian di hadapan ratusan jamaah PP Tarbiyah Perti, Sabtu 3 Maret 2018.

Tanggapi Berita Hoax, Depe: Setiap yang Viral, di Situ Ada Dewi Perssik!

Tito menuturkan, Kepolisian telah memetakan modus operandi penyebaran isu penyerangan ulama yang belakangan ini marak di media sosial. Menurutnya, ada empat klasifikasi modus  hoax yang dimainkan di media sosial.

Baca: Mak Lambe Turah Sebut Fadli Zon Salah Alamat

Dikabarkan Meninggal Dunia, Gilang Dirga Tak Marah, Kenapa?

"Pertama, ada 45 isu tentang penyerangan ulama, dari itu hanya tiga yang betul ada peristiwa dengan korbannya ulama atau pengurus masjid, Jatim satu, Jabar dua kasus. Pelakunya ditangkap, didalami, ada gangguan kejiwaan. Sampai kita datangi tiga ahli kejiwaan. Ini peristiwa spontan, tapi di medsos kemudian dibumbui," ujarnya.

Kedua, lanjut Tito, penyebaran hoax juga dilakukan dengan modus mengaku seolah-olah menjadi korban penganiayaan yang kemudian digembar-gemborkan di media sosial.

"Peristiwa yang direkayasa. Peristiwa dilaporkan ke polisi bahwa dia dianiaya. Ada empat kasus di Cicalengka, Ciamis, Kediri, dan Balikpapan. Empat-empatnya direkonstruksi ternyata semuanya mengaku peristiwa enggak ada. Bajunya dirobek seolah diserang dengan parang, ternyata enggak ada. Alasannya ingin dapat perhatian karena kekurangan ekonomi," kata Tito menjelaskan.

Klasifikasi ketiga, lanjut Tito, benar telah terjadi kasus penganiayaan di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi korbannya bukan tokoh agama atau ulama. Peristiwa penganiayaan itu kemudian diekspos oleh kelompok-kelompok tertentu di media sosial sedemikian rupa, sehingga masyarakat beranggapan bahwa telah terjadi penganiayaan terhadap para ulama.

"Jadi seolah-olah ada peristiwa penganiayaan terhadap ulama itu benar terjadi," kata Tito.

Modus terakhir, kata Tito, para sindikat penyebar hoax menyebarkan informasi bohong di media sosial, tanpa menampilkan peristiwa apapun. "Keempat itu peristiwanya tidak ada sama sekali, tapi dibuat seolah-olah ada, dan informasi itu disebarkan ke sosial media," ujarnya menambahkan.

Lebih jauh Tito mengimbau kepada masyarakat Indonesia, agar lebih arif dan berhati-hati dalam mencerna informasi di media sosial. Sebab,Tito menilai, saat ini ada sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab tengah memainkan isu-isu miring di media sosial dengan tujuan memecah belah persatuan. Ia menegaskan, motif para pelaku penyebar hoax adalah ingin menciptakan suasana tidak aman jelang pesta demokrasi mendatang.

"Kami imbau masyarakat untuk berhati-hati, di media sosial kita menemukan ada yang membuat ini semua sistematis. Motifnya adalah politik. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini saya juga ingin menyampaikan agar jangan terprovokasi, jangan mudah dipecah belah oleh informasi-informasi yang kita terima dari media sosial."

Baca: Terkuak Misi MCA, Mau Adu Domba Umat Muslim Jawa Barat

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya