Komnas HAM: Undang-Undang Tak Melarang Orang Bercadar

Hayati Syafri, dosen pada IAIN Kota Bukittinggi di Sumatra Barat, diwisuda sebagai doktor oleh kampusnya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sumatra Barat mulai menindaklanjuti pengaduan Hayati Syafri yang dinonaktifkan sebagai dosen IAIN Bukittinggi gara-gara wanita itu mengenakan cadar.

Viral Guru SD Pakai Cadar Ditangkap Karena Menyusup ke Jemaah Perempuan di Masjid Makassar

Komisi mengupayakan mediasi antara Hayati Syafri dengan otoritas IAIN Bukittinggi setelah meminta penjelasan kepada kampus Islam itu. Tentu masalah itu diharapkan dapat diselesaikan secara kekeluargaan agar polemik tak sampai berlarut-larut dan bahkan masuk ranah hukum.

"Kalau memang benar, kita minta selesaikan dulu secara kekeluargaan," kata Sultanul, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sumatra Barat, di Padang pada Kamis, 22 Maret 2018.

BCL Pakai Cadar saat Umrah, Netizen: Nyampe Indo Jangan Kebuka Lagi Mbak

Komisi, kata Sultanul, pertama-tama, berpedoman pada hukum Islam sebagai landasan kebijakan larangan bercadar itu dibuat. Sebab sebagian besar ulama berpendapat bahwa penggunaan cadar tidak wajib dalam hukum Islam.

Andai Hayati berbeda pendapat dengan sebagian ulama itu, menurutnya, juga harus dihormati. Kalau ada pertimbangan tertentu yang indikatornya sudah terukur atau dapat dipertanggungjawabkan, tentu Komisi juga harus memahami.

Putuskan Pakai Cadar Umi Pipik Ditimpa Banyak Ujian, Pekerjaan Berkurang Hingga Alami Hal Ini

Setelah melihat dokumen laporan sang dosen, Sultanul menyimpulkan ada dua permasalahan yang dihadapi Hayati, yaitu seputar hak menjalankan ibadah dan hak atas pekerjaan sebagai dosen. Itu merujuk pada fakta bahwa Hayati dinonaktifkan dari pekerjaannya gara-gara menolak menanggalkan cadar.

Dua hal itu dapat mengacu pada pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Disebutkan bahwa hak asasi manusia termasuk hak beribadah sesuai kepercayaan dan hak atas pekerjaan hanya dapat dibatasi oleh undang-undang atau oleh aturan setingkat dengannya. Hak-hak itu tak dapat diatur oleh peraturan daerah atau kode etik yang disusun oleh perguruan tinggi.

"Bahwa undang-undang yang lebih tinggi tidak melarang orang pakai cadar, maka aturan yang lebih rendah, seperti kode etik, harusnya mengacu pada aturan yang lebih tinggi," kata Sultanul. Baca: Rektor IAIN Bukittinggi Sebut Dosen Hayati Langgar Kode Etik

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya