Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi

Penghasilan Bekasi untuk Jawa Barat Paling Besar

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengunjungi redaksi Vivanews.
Sumber :
  • Eko Priliawito

VIVA – Sebelum kasus Papua meledak, jagad media negeri ini diramaikan oleh berita tentang Bekasi, yang kabarnya akan mengajukan diri untuk menjadi bagian dari DKI Jakarta. Isu tersebut bergulir dengan cepat dan sempat menjadi trending topic pembicaraan di jagad maya. 

Komisi B DPRD DKI Bakal Rapat Khusus Bahas Kenaikan Tarif Transjakarta Pekan Depan

Isu ini bergerak dan menjadi ramai, sebenarnya justru dimulai dari pernyataan Wali Kota Bogor, Bima Arya, yang ingin mengajak Bekasi, menjadi bagian dari Provinsi Bogor Raya, yang ingin diwujudkan.

Menjawab isu tersebut, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengatakan, jika memilih, Bekasi justru sangat ingin menjadi bagian dari DKI Jakarta. Keinginan itu segera menjadi perbincangan ramai di media sosial. 

25 PSN Sektor Transportasi Sudah Rampung, Empat Proyek Dikebut Tahun Ini 

Rahmat Effendi sontak menjadi buruan wartawan. Isu Bekasi akan bergabung ke DKI, semakin kencang berembus.

Wali kota yang biasa disapa Bang Pepen ini mengaku sangat siap, jika Bekasi diajak gabung ke Jakarta. Dia yang lahir di Bekasi, Jawa Barat, 3 Februari 1964, tetap menjaga hubungan baik dengan DKI.

Polusi Naik Lagi, Komisi B DPRD DKI Beberkan Dampak Armada Bus Pakai BBM

Baginya, yang telah menjabat sebagai wali kota sejak 3 mei 2013, terlihat sangat menguasai masalah dan data yang ada di DKI Jakarta.

Bang Pepen bertandang ke kantor VIVAnews dua pekan lalu. Kepada tim redaksi yang menemuinya, ia menceritakan berbagai hal tentang idenya untuk bergabung dengan DKI.

Seperti apa rencana bergabung tersebut? Bagaimana teknisnya? Apa untung ruginya, jika Bekasi bergabung dengan DKI? Pria berusia 55 tahun ini menjawab pertanyaan VIVAnews dengan energik dan penuh humor. Berikut petikannya:

Saat ini muncul gagasan Bekasi, mau pindah status dari bagian Jawa Barat ke DKI Jakarta. Apa pertimbangannya dan seperti apa prosesnya? 
Pertama, gagasan itu disampaikan pak Wali Kota Bogor Raya. Di antara Bogor Raya itu ada kabupaten kota lain yang bisa beririsan dengan kabupaten dan kota Bekasi. Makanya, saya menyampaikan sebagai kepala daerah, tentunya ada tujuan, bagaimana akselerasi sebuah pembangunan itu untuk meningkatkan proses peradaban. Nah, dihitung ruginya, manfaat, dampak yang ada dari sebuah proses kalau Bogor itu nanti pada pembentukan provinsi, lebih cenderung, atau penataan dari salah satu kabupaten Bogor, wilayahnya masuk ke kota Bogor. 

Sebagai orang nomor satu di Bekasi, bagaimana Anda menanggapi isu ini?
Kalau saya di kota Bekasi, tentunya yang melihatnya kebutuhan loncatan proses pembangunan. Karena dilihat dari aspek fiskal, dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi, Kota Bekasi sudah jauh meninggalkan kota-kota lain yang ada di Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekonominya paling tinggi, kemampuan fiskalnya terbesar subsidi pada Jawa Barat, dan lihat nilai historisnya. Jadi, residen Jatinegara dulu bagian dari Bekasi, tahun 50-an. Tahun 50-an terbentuklah Bekasi, tahun 76, wilayah Cilincing dan Cakung kita serahkan pada DKI, sehingga batas wilayahnya adalah di utara (cek menit 02.12) Pondok Gede. Tahun 1996, dengan UU nomor 9, pemekaran dari kabupaten ke kota. Induknya 69 tahun, anaknya baru 21 tahun, tetapi laju prospek pembangunannya jauh melampaui induknya. Jauh melampaui kabupaten kota yang ada di Jawa Barat. Kota Bogor saja tadi disampaikan pak wali kotanya, APBD-nya baru Rp2,6 triliun, kita sudah hampir Rp7,3 triliun. Subsidi terbesar, dana perimbangan, kalau macet di kota Bekasi, karena pajaknya nomor satu di Jawa Barat. kita kirim ke Jawa Barat.

Merasa Bekasi jadi anak tiri?
Pertama, keseimbangan pembangunan antara kabupaten kota, yang harusnya kota Bekasi mendapatkan perhatian, ini agak tersendat. Pendidikan, kesehatan, seolah-olah kota Bekasi diakselerasikan sama dengan yang ada di Jawa Barat. Ya enggak bisa. Kota Bekasi harus lebih jauh, karena sudah meninggalkan jauh saudara-saudaranya yang lebih dulu lahir di Jawa Barat. Karena itu pendekatan kultur, budaya, bahasa, historis sejarah, terus kemampuan fiskal dari provinsi dan perhatian DKI pada kita sangat luar biasa. Kita bisa bangun flyover, perpanjang flyover. Kalau proses kita, mungkin 25 tahun masa jabatan wali kota, belum tentu kita bangun sekaligus dalam tahun yang sama. Tahun ini kita tercatat dana kompensasinya Rp350-an (miliar), terus dana kemitraan yang kita bangun, kita dapat hampir Rp700-an miliar. Itu seperempatnya atau 30 persennya APBD kota Bogor. Jadi, pendekatannya bagaimana proses ini mempercepat semua proses pembangunan

Apa yang bisa menghalangi bergabungnya Bekasi ke DKI?
Ada ketakutan nanti, kalau bergabung pemiihan DPRD-nya enggak ada, karena kotanya administratif. Pada saat itu melalui proses panjang, perubahan UU, tadi disampaikan oleh Kang Yayat (Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna), berarti ada nilai bargaining. Enggak pa-pa, saya gabung secara administratif ke DKI, proses pilegnya tetap berjalan, proses pilkadanya tetap berjalan, secara administratif ke DKI. DKI enggak akan mempersoalkan berapa kemampuan pendapatan kita, mungkin dia bisa subsidi 10 atau 20 kali apa yang membuat kita merasa menjadi bagian provinsi. Bisa saja, take home pay-nya, lembaga politik, atau wali kota bisa satu atau dua kali atau tiga kali dari yang didapat pada saat sekarang. Ini kan, semuanya dalam bentuk, masih dalam proses wacana. Tetapi, ini begitu cepatnya beritanya. Sama dengan Bekasi pada saat 2012, dibilang kota Bekasi ini jauhnya sama dengan planet, dengan UC, dengan ini. Dia enggak tahu, dua tiga tahun kemudian, dia bisa bangun stadion, dia bisa bangun rumah sakit, dia bikin planet sendiri, itulah hebatnya kota Bekasi. 

Zulkifli Hasan (Zulhas) dan Sigit Purnomo (Pasha Ungu)

PAN Siapkan Kader Terbaik untuk Pilkada DKI, Salah Satunya Pasha Ungu

Ketua PAN DKI Jakarta menyatakan telah menyiapkan kader terbaik untuk Pilkada Jakarta pada November 2024, di antaranya Pasha Ungu, Zita Anjani, dan Desi Ratnasari.

img_title
VIVA.co.id
15 Mei 2024