ICW: KPK Sangat Lambat, Tidak Berani Ambil Perkara Djoko Tjandra

Djoko Tjandra (tengah) berhasil ditangkap setelah buron selama sebelas tahun
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lamban dalam memutuskan dan tak berani mengambil alih penanganan kasus Djoko Tjandra. Gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung hanya pencitraan.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

“KPK sangat lambat, tidak berani mengambil alih seluruh penanganan perkara yang melibatkan Djoko Tjandra,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, kepada awak media, Minggu 13 September 2020.

Kurnia menyebut dua alasan pihaknya mengkritik KPK lambat serta tidak berani mengambil alih kasus tersebut. Pertama, ICW memperhatikan pernyataan Ketua KPK Komjen Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto yang terkesan normatif.

Irjen Napoleon Bonaparte Tak Dipecat Buntut Korupsi Djoko Tjandra, Beda dengan Jaksa Pinangki

Baca Juga: KPK Belum Bisa Ambil Alih Kasus Djoko Tjandra dari Polisi

Kurnia menuturkan, Ketua KPK pada akhir Agustus lalu sempat menyampaikan, lembaga yang dipimpinnya akan mengambil alih penanganan perkara jika Kejagung tak segera rampung menanganinya. Pernyataan itu dinilai sangat normatif, bahkan terkesan Firli hanya membaca apa yang tertera dalam Pasal 10A UU KPK.

Irjen Napoleon Bonaparte Tidak Banding Pasca Lolos dari Pemecatan

Selain itu, ICW juga menyoroti pernyataan Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto saat menghadiri gelar perkara di Kejagung. Menurut Kurnia, Karyoto waktu itu memandang kinerja Kejaksaan Agung sangat bagus dan cepat.

“Sebaliknya publik menduga Kejaksaan Agung terlihat lambat dalam pengungkapan perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki,” kata Kurnia.

Sedangkan gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Kejagung dan Polri seperti ajang pencitraan. Sebab, awalnya publik berharap KPK mengambil alih penanganan kasus ini, tetapi tidak terjadi.

“Gelar perkara yang terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko S Tjandra," ujarnya.

Menurut dia, dalam kasus Djoko Tjandra, publik publik berharap besar hasil akhir dari gelar perkara tersebut menyimpulkan KPK bisa mengambil alih seluruh penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan kepolisian.  "Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kejagung melalui Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Ali Mukartono mengatakan, saat ini KPK tak mengambil alih atau supervisi penyidikan kasus Djoko Tjandra dari tim penyidik jaksa.

Menurut dia, KPK memang mempunyai kewenangan untuk melakukan supervisi atas kasus dugaan korupsi yang ditangani penegak hukum seperti Polri dan Kejagung. Sebab, kewenangan supervisi diatur dalam undang-undang.

“Intinya KPK punya kewenangan itu (supervisi), sampai saat ini belum atau tidak. Tapi nanti kalau ada pengembangan lain, tunggu saja. Intinya UU memungkinkan,” kata Ali di kejaksaan pada Jumat, 11 September 2020. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya