Untung dan Rugi Aksi G30S PKI bagi Umat Islam

Source : Republika
Source : Republika
Sumber :
  • republika

REPUBLIKA.CO.ID -- Harus diakui Muslim Indonesia mengalami trauma parah kepada sepak terjang kaum komunis. Pertarungan ini sangat terasa pada waktu usai pemberontakan G30S PKI. Bahkan, sebenarnya pertarungan yang berdarah ini sudah terjadi sejak jauh-jauh hari sebelumnya. 

Bahkan, sengit dan berdarahnya pertarungan umat Islam (santri) melawan komunis yang terindikasi mulai terjadi pada awal 1920-an kemudian memuncak pada peristiwa berdarah di periode akhir 1965 hingga pertengahan tahun 1966 itu.

Di wilayah, di Jawa Tengah dan Timur misalnya, dalam tiga bulan setelah Oktober 1965 terjadi peristiwa aksi saling bunuh yang meluas. Rakyat konflik tak terkendali. Saling babat. Pilihannya hanya satu: dibunuh atau membunuh.

Di tengah kekacauan itu, musim yang sudah lama geram bersatu dengan tentara angkatan darat yang jenderalnya menjadi korban pembantaian di Lubang Buaya. Kelompok militer ini memang dikenal sangat anti komunis.

Mendiang sejarawan Australia MC Ricklefs menyebut semenjak Pemberontakan PKI Madiun 1948 tentara angkatan darat memang sangat antikomunis karena merasa mereka menusuk negara dalam situasi sangat genting. Kala itu merekalah yang melakukan pembersihan besar-besaran kepada para pengikut PKI di Madiun. Peran Batalion Siliwangi yang dikomandoi AH Nasution kala itu sangatlah penting.

Usai meletusnya pembunuhan para jenderal di kawasan hutan karet Lubang Buaya memang secara bertahap kekuasaan rezim Sukarno lumpuh. Uniknya, pada hari-hari pertama PKI melalui corongnya koran "Harian Rakat"  merasa yakin sangat mampu mampu memenangkan pertarungan kekuasaan itu.

Tapi keadaan berbalik arah, terutama usai sore hari pada tanggal 1 Oktober 1965 ketika mereka gagal dan meninggalkan penguasaan kantor Pusat RRI yang ada di jalan Merdeka Barat, Jakarta. Dan titik ini juga ada yang menyebut kekalahan PKI mulai terjadi ketika Bung Karno pada Jumat siang di 1 Oktober 1965 meninggalkan kawasan lapangan terbang Halim Perdana Kusuma. PKI gagal bernegosiasi dengan Bung Karno yang kala itu menjadi penentu utama keadaan. Bahkan Bung Karno dikabarkan kesal kepada perilaku mereka dan mencium ada gelagat yang tidak beres.