Logo BBC

Anak-anak Korban Eksekusi Tentara Belanda Tolak Tawaran Ganti Rugi

Sardjono Danardi dan keluarga berpose di depan rumah sakit yang dinamai dengan nama almarhum ayahnya.-SARDJONO DANARDI
Sardjono Danardi dan keluarga berpose di depan rumah sakit yang dinamai dengan nama almarhum ayahnya.-SARDJONO DANARDI
Sumber :
  • bbc

Sardjono mengatakan ia sudah membuat perhitungan sendiri tentang besaran kompensasi yang sepadan. Namun tidak mau mengungkapnya kepada BBC News Indonesia.

`Tak terhingga nilainya`

Sardjono baru berusia enam bulan ketika peristiwa nahas itu terjadi. Ia kemudian dibesarkan oleh kakeknya, setelah ibunya menikah lagi.

Pria yang kini berusia 71 tahun itu baru mengetahui bahwa ayah kandungnya meninggal pada usia lima tahun, dan diberi tahu bahwa sang ayah mati ditembak setelah masuk SMA.

"Saya sedih sekali, bagaimana orang tua saya meninggalnya bukan meninggal biasa tapi ditembak oleh musuh, dan ditembaknya itu semena-mena, pada saat melakukan suatu kegiatan kebajikan, kemanusiaan," ungkapnya.

Ayah Sardjono, Letkol dr. Sudjono, adalah sosok yang dihormati.

Namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit tentara di Magelang.

Dalam peresmian nama rumah sakit tersebut pada 1973, Sardjono diberi tahu mantan kolega-kolega ayahnya tentang kronologi penembakan itu.

Sejak saat itu, ia aktif mencari tahu lebih banyak tentang ayahnya.

Ia mengumpulkan keterangan dari para saksi mata, termasuk seorang kolonel bernama sama dengannya yang menuliskan peristiwa penembakan itu dalam sebuah buletin untuk internal TNI-AD. Dari bukti-bukti yang didapat, ia menyusun sendiri riwayat hidup ayahnya.

Bagi Sardjono, nyawa sang ayah tidak terhingga nilainya.

Meskipun begitu, ia tetap merasa berhak mendapatkan kompensasi lebih besar karena ayahnya adalah seorang tentara.