Logo BBC

Anak-anak Korban Eksekusi Tentara Belanda Tolak Tawaran Ganti Rugi

Sardjono Danardi dan keluarga berpose di depan rumah sakit yang dinamai dengan nama almarhum ayahnya.-SARDJONO DANARDI
Sardjono Danardi dan keluarga berpose di depan rumah sakit yang dinamai dengan nama almarhum ayahnya.-SARDJONO DANARDI
Sumber :
  • bbc

Ia mengaku dirinya beruntung karena bisa diasuh oleh kakeknya, yang sejak itu ia anggap sebagai ayah angkat.

"Kalau tidak ada yang mengasuh saya, saya bisa jadi `anak kolong`," ujarnya.

Abdul Halik, anak dari warga Bulukumba korban pembantaian tentara Westerling juga menolak tawaran dari pemerintah Belanda, yang disebutnya sangat tidak adil.

Pria yang menyaksikan ayahnya, Becce Beta, dibawa oleh tentara Belanda untuk dieksekusi, menekankan bahwa jumlah kompensasi yang diberikan dalam skema baru ini jauh lebih kecil dari yang diberikan kepada sejumlah janda dari korban pembantaian di Rawagede dan Sulawesi Selatan pada 2013 dan 2015.

"Sudah banyak yang diberikan kepada janda, sebesar 20.000 Euro, sekarang mau diturunkan menjadi 5000 Euro, itu kan tidak adil," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Pria yang kini berusia 84 tahun itu menuntut agar pemerintah Belanda memberinya jumlah kompensasi yang sedikitnya sama dengan para janda.

"Itu pun sebenarnya yang 20.000 Euro itu tidak sebanding dengan pengorbanan orang tua kami yang dieksekusi. Tapi apa boleh buat karena sudah terlanjur pembayaran begitu, kalau memang pemerintah Belanda mau bijaksana dalam persoalan ini ya segitu saja," imbuhnya.

Pembayaran tanpa melewati gugatan ke pengadilan

Dalam surat yang disampaikan kepada parlemen Belanda oleh Menteri Luar Negeri Stef Blok dan Menteri Pertahanan Ank Bijleveld pada 19 Oktober, disebutkan bahwa tawaran ganti rugi dimaksudkan untuk mengakhiri gugatan-gugatan yang berkepanjangan menyusul berbagai kasus yang diajukan oleh anak-anak korban kekejaman Belanda.

Pada 2011, pengadilan distrik Den Haag memerintahkan pemerintah Belanda memberikan ganti rugi kepada tujuh janda korban pembantaian massal di Rawagede dan seorang pria yang menderita luka tembak pada 1947.

Pengadilan menolak argumen pemerintah Belanda bahwa para janda korban tidak berhak mendapatkan ganti rugi karena kasusnya kadaluwarsa.

Pemerintah Belanda memberi ganti rugi kepada seluruh keluarga korban pembantaian, masing-masing sebesar 20.000 Euro atau setara Rp243juta berdasarkan kurs rupiah waktu itu.