Wabup Jeneponto Laporkan Jurnalis ke Polisi karena Pemberitaan

Ilustrasi-Aksi menentang kekerasan terhadap jurnalis
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Wakil Bupati Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) M. Paris Yaris, melaporkan seorang jurnalis dari media online kabar.news yang bernama Akbar Razak.

Amanda Manopo Murka! Gosip Hoaks Tersebar Luas, Keluarga Sampai Tahu

Di dalam sebuah surat tanda bukti laporan yang beredar di kalangan wartawan, Yaris memasukkan laporan ke Polres Jeneponto pada Sabtu, 2 Januari 2020, dengan terlapor Akbar Razak dalam kasus dugaan tindak pidana membuat atau menyebar berita bohong alias hoaks.

Pemimpin redaksi sekaligus penanggung jawab redaksi media online Aziz Kuba membenarkan bahwa Akbar yang merupakan wartawannya memang sudah dilaporkan.

Bentrok Antar Kelompok Rontek, Mako Polda Lampung Ditembaki Orang Tak Dikenal

Kendati demikian, ia mengaku menyayangkan sikap Wakil Bupati Jeneponto Paris Yasir itu. Aziz berdalih, pihaknya sebelumnya telah membuat pernyataan sanggahan dan klarifikasi dari informasi yang dianggap keliru tersebut.

Berita klarifikasi itu juga sudah ditayangkan oleh medianya atas permintaan Yasir melalui Kepala Bagian Humas Pemkab Jeneponto, Mustaufiq.

Guus Hiddink Resmi Latih Timnas Indonesia, Ternyata Cuma April Mop!

"Humas dihubungi langsung oleh Pak Wabup untuk meminta klarifikasi atas berita itu dan Kabag Humas kemudian menghubungi langsung Akbar untuk memuat berita klarifikasinya. Berita klarifikasinya kan sudah diterbitkan. Artinya, Pak Wakil Bupati sudah meluruskan, menjernihkan informasi yang dimaksud keliru itu. Pak Paris Yasir sudah menggunakan hak jawabnya dan hak koreksinya. Kami juga sudah meminta maaf atas kekeliruan tersebut di dalam berita sesuai Pedoman Media Siber," ujar Aziz pada Senin, 4 Januari 2020.

Konten berita yang dipersoalkan Yasir yakni berita dengan judul "Tidak Terima Lurah di Copot, Warga Sandera Wakil Bupati Jeneponto". Kabarnya, link berita itu disebar Akbar Razak melalui media sosial Facebook di grup SURAT (Suara Rakyat Turatea). 

Aziz menjelaskan, untuk melaporkan jurnalis terkait adanya berita yang keliru ada mekanismenya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Selain itu, sebenarnya masih ada ruang dialog untuk meluruskan duduk persoalan. 

Dia juga mengganggap keliru bila melaporkan Akbar Razak dengan dugaan membuat dan menyebarkan berita bohong atau hoaks di Polres Jeneponto. Sebab berita yang dimuat dan disebarkan di grup diskusi di Facebook berdasarkan fakta dari narasumber yang berada di lokasi peristiwa.

"Kami juga anggap keliru bila melaporkan berita tersebut sebagai informasi hoaks, sebab wartawan kami menuliskan sesuai pernyataan dan kondisi di tempat kejadian. Narasumber dalam berita tersebut juga bersedia bersaksi bila diperlukan," tutur Aziz.

Pihaknya juga meminta Polres Jeneponto untuk tidak menindaklanjuti pelaporan ini karena murni produk jurnalistik dan harus diselesaikan lewat sengketa pers jika pihak pelapor menganggap masalah ini perlu dilanjutkan.

"Sesuai UU Pers, polisi harus melakukan mediasi antara terlapor dan pelapor yang merasa dirugikan oleh pemberitaan ini. Pak Paris bisa menuntut hak jawab atau hak koreksi atau mengadukannya ke Dewan Pers untuk diperiksa dan diselesaikan oleh Dewan Pers," kata Aziz.

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Nurdin Amir, menyarankan agar polisi terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Dewan Pers terkait laporan pidana menyangkut pemberitaan, sesuai MoU Dewan Pers dan Kapolri beberapa waktu yang lalu.

"Polisi tidak paham kalau ada laporan terkait dugaan tindak pidana berkaitan dengan pemberitaan pers, yang seharusnya diselesaikan lebih dahulu dengan melalui UU Pers, baru menerapkan UU lain. Itu yang paling utama sebenarnya," ujar Nurdin.

"Kalau ada polisi menerima laporan pengaduan terkait pemberitaan, mereka harus dahulu konsultasikan dengan Dewan Pers. Tidak bisa diproses yang begitu. Itu yang polisi harus pahami," lanjut dia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya