Jeritan Warga Tanah Rempang Batam Korban Penggusuran: Kami Mau Tidur di Mana?

Kericuhan memanas buntut sengketa lahan di Pulau Rempang dan Galang, Batam
Sumber :
  • Ist

Batam - Warga Rempang kini resah dan gelisah. Bahkan ada juga warga tak mampu membendung tangisannya. Warga mengeluhkan ketidakjelasan atas nasibnya yang kini semakin dekat dengan penggusuran

Kemalangan di Gaza, Warga Palestina Minum Air Tidak Layak Konsumsi

Sebut saja  Husnia  Wanita 49 tahun Warga Rempang  itu menanyakan di mana letak sila kelima dari Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab ia sebagai rakyat kecil merasa ditindas dari rencana pengembangan Rempang menjadi Rempang Eco-City.

Lantaran Rumah yang dijanjikan sebagai ganti rugi hingga kini belum nampak wujudnya. Hanya sebuah gambar kecil di sudut kiri brosur yang dibagikan Badan Pengusahaan (BP) Batam. 

Kesaksian Warga, Gempa Garut Dirasakan Besar dan Terdengar Rumah Gemeretak dan Kaca Bergetar

Kericuhan memanas buntut sengketa lahan di Pulau Rempang dan Galang, Batam

Photo :
  • Ist

"Kami butuh bukti nyata, kalau rumah sudah terbukti ada kami siap pindah. Kalau rumah belum ada kami mau tidur di mana. Barang kami taro di mana? makan sehari-hari dari mana?" Kata dia bertanya pada pemimpin daerah ini.

Pelaku Curanmor Babak Belur Dihajar Warga Usai Kedapatan Dorong Motor Curian

Menurutnya, jika Kepala BP Batam, Muhammad Rudi bijak, dia sudah bangunkan warga rumah terlebih dahulu, baru merencanakan penggusuran. "Sebelum Rudi membuatkan rumah, kami tak mau keluar," kata dia

Husnia jaga  mengatakan, apa yang kini warga lakukan bukan untuk menghalangi, tapi sebagai bentuk menuntut kejelasan atas hak mereka yang masih belum menemui titik terang.

"Buatkan dulu rumah, ini aja belum ada kejelasan.Ingat, Pak, azab Allah itu lebih kejam, sekecil apa pun kejahatan azab Allah itu pedih," kata dia dengan penuh tangis. "Tolonglah bapak TNI Polri bantu kami, dulu katanya mau bantu kami, tapi sekarang takada. buktinya sekarang macam mana, tolonglah bantu kami."

Warga lainnya, Herman (50 ) menyesalkan sikap tim terpadu  dan TNI Polri dalam kejadiaam bentrokan   Kamis (07/09) lalu. 

"Ini BP Batam  malalui tim terpadunya terlalu serius  mengahadapi warga, kok harua se keras itu. Anak anak yang sekolah banyak yang ketakutan ada yang pingsa kemarin," ujar Herman. 

Menurutnya,  apa yang di lakukan Warrga  Rempang bukanlah perlwanan melainkan pertahanan.

"Kami kan hanya mempertahankan kamapung kami'  kalo mislanya kami orang pendatang , ya sudah balik lah pulang kampung ngapain nak ribut melawan"  Sesalnya.

 Herman juga mengaku la dan  warga lainnya menunggu kejelasan dari rumah yang dijanjikan oleh BP Batam sebagai ganti rugi bagi warga. 

"Kami mau rumah ini sudah terbukti rumah kami. Kami mau bawak barang ke rumah ini. Jangan surat (brosur) digenggam tangan kami saja. Buktikan dulu, kami mau masuk ke rumah kami ini baru kami mau keluar. Kami akan bertahan sampai rumah kami terbukti,"  ungkap Herman ( 09/09/ 

Herman  merasa mereka seakan tak dihargai, warga di luar saja yang terkena dampak penggusuran mendapat ganti rugi. Meski mendapat ganti rugi, namun itu belum jelas.

Rudi Janjikan Hunian Baru dan Uang Tunggu

Dalam rilis resmi BP Batam yang dikeluarkan Rabu (06/09), Kepala BP Batam, Muhammad Rudi berkomitmen untuk menyelesaikan hunian baru untuk masyarakat Rempang Galang yang terdampak relokasi dalam pengembangan Rempang Eco City.

"Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja," kata Rudi.

Jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara. Tidak hanya itu, biaya hidup masyarakat selama dihunian sementara juga akan ditanggung setiap bulannya. 

Adapun biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp 1.034.636 per orang dalam satu KK. Biaya hidup tersebut termasuk biaya air, listrik, dan kebutuhan lainnya.

Sementara, untuk masyarakat yang memilih untuk memilih tinggal di tempat saudara atau di luar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp 1 juta per bulan.

"Jadi itu akan kami berikan sampai hunian baru selesai dibangun," katanya.

Hunian baru yang disiapkan itu berupa rumah type 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi. Hunian itu, berada di Dapur 3 Si Jantung, yang sangat menguntungkan untuk melaut dan menyandarkan kapal.

Lokasi hunian baru tersebut, akan diberi nama "Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City". Program ini memiliki slogan “Tinggal di Kampung Baru yang Maju, Agar Sejahtera Anak Cucu”.

Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City akan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.

Sebab, di Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City itu akan tersedia berbagai fasilitas pendidikan lengkap (SD, SMP hingga SMA), pusat layanan kesehatan, olahraga dan sosial.

Selanjutnya tersedia fasilitas ibadah (Masjid dan Gereja); fasilitas Tempat Pemakaman Umum yang tertata dan fasilitas Dermaga untuk kapal-kapal nelayan dan trans hub. (Alboin Hironimus/Batam)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya