Dua Ribuan Pesantren se-Indonesia Terima Manfaat Program Kemandirian Ekonomi dari Kemenag

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
Sumber :
  • Kemenag

JakartaKementerian Agama (Kemenag) terus memacu berbagai pogram untuk memberdayakan pondok pesantren (ponpes) di berbagai penjuru Indonesia. Di antara program yang diusung untuk memandirikan pesantren tersebut adalah berupa inkubasi bisnis.

VKTR Cetak Pendapatan Rp 205 Miliar Kuartal I-2024

Sepanjang tahun 2023, tercatat sudah ada 2.067 ponpes yang menjadi sasaran program tersebut. Pada 2024, jumlah penerima ditargetkan bertambah banyak menjadi hingga 5.000 ponpes. 

Pada Sabtu, 16 Desember 2023, sebanyak 2.000 pengasuh perwakilan ponpes penerima manfaat program Kemandirian Pesantren dari seluruh penjuru Indonesia hadir dalam Sarasehan Peningkatan Kemandirian Pesantren di  JI Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Codeblu Belum Bayar Utang Rp500 Juta, Aline Adita Ancam Bakal Sita Asetnya

Ilustrasi/Belajar di pesantren.

Photo :
  • VIVA.co.id/Purna Karyanto Musafirian

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan, kemandirian pesantren adalah program wajib karena telah diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), selain juga mandat Undang-Undang Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Prabowo-Gibran Hadiri Halalbihalal PBNU, Disambut Menag dan Gus Yahya

Di Kemenag, Kemandirian Pesantren menjadi salah satu program prioritas yang digulirkan sejak 2021. Untuk mewujudkannya, Kemenag antara lain merilis Pesantrenpreneur dan Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP). 

"Presiden Jokowi mengamanatkan kepada saya untuk setidaknya sampai tahun 2024 ada 5.000 pondok pesantren yang sudah dimandirikan. Sudah ada sekitar 2.067 penerima yang hadir pada siang hari ini. Ini adalah wujud perhatian pemerintah kepada pondok pesantren," kata Gus Men, panggilan akrabnya.

Menurut Gus Men, inkubasi bisnis yang digalakkan oleh Kemenag meliputi seluruh aspek bisnis. Mulai dari pemilihan bisnis hingga kepada pihak mana produk bisnis pesantren dapat dipasarkan. Program prioritas ini dirancang agar dapat diakses setara bagi semua pesantren yang membutuhkan (inklusif).

Ilustrasi Pesantren.

Photo :
  • VIVA.co.id/Purna Karyanto Musafirian

Program ini berbasis kebutuhan pesantren dengan mempertimbangkan aspek sektor bisnis dan kondisi geografis (fasilitatif), sebagai suatu kolaborasi antarpemangku kepentingan yang terkonsolidasikan (konsolidasi). Program ini juga bersifat terbuka serta akuntabel sehingga setiap proses dan hasil dapat dipertanggungjawabkan.

Ribuan pesantren itu, menurut Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M Ali Ramdhani, berhasil meningkatkan kemandiriannya dengan mengembangkan beragam bidang bisnis. Sebanyak 832 pesantren mengembangkan toko, minimarket, dan koperasi. Selain itu, ada 169 usaha laundry, 56 pengelolaan bidang food and beverages, 34 bisnis digital printing dan ratusan jenis usaha lainnya yang berhasil dikelola pondok pesantren.

“Dari 2021 sampai 2023, Kementerian Agama telah memberikan afirmasi anggaran hingga Rp300 miliar untuk mendorong kemandirian ekonomi ribuan lembaga pesantren,” ujarnya.

Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghafur menambahkan, Peta Jalan Kemandirian Pesantren yang dirumuskan pada 2021, terbagi menjadi empat tahap dalam rentang 2021-2024. Pada 2023, Kementerian Agama mulai membangun Pesantren Community Economic Hub (PCEH). Hal ini ditandai dengan peluncuran PCEH, Launching Communities of Practice, dan Replikasi 1.500 pesantren.

“Alhamdulillah, dari 2021 hingga 2023, program Kemandirian Pesantren sudah merata di 34 provinsi seluruh Indonesia,” kata Waryono. 

Rincian ponpes penerima manfaat Program Kemandirian Pesantren tersebut adalah Nangroe Aceh Darussalam (32), Bali (4), Bangka Belitung (2), Banten (104), Bengkulu (3), DI Yogyakarta (35), DKI Jakarta (6), Gorontalo (4), Jambi (10), Jawa Barat (356), Jawa Tengah (232), Jawa Timur (260), Kalimantan Barat (41), Kalimantan Selatan (11), Kalimantan Tengah (5), Kalimantan Timur (17) dan Kalimantan Utara (3). Kemudian Kepulauan Riau (12), Lampung (51), Maluku (6), Maluku Utara (5), NTB (31), NTT (4), Papua (4), Papua Barat (3), Riau (26), Sulawesi Barat (11),  Sulawesi Selatan (43), Sulawesi Tengah (10), Sulawesi Tenggara (22), Sulawesi Utara (4), Sumatera Barat (37), Sumatera Selatan (54), dan Sumatera Utara (22).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya