Logo BBC

Politikus Muda: Adu Nasib, Idealisme, dan Perintah Orang Tua

Sejak reformasi, pemilu tahun 2019 merupakan ajang politik yang paling melibatkan pemilih dan calon anggota legislatif berusia muda.-Paula Bronstein/Liasion/Getty Images
Sejak reformasi, pemilu tahun 2019 merupakan ajang politik yang paling melibatkan pemilih dan calon anggota legislatif berusia muda.-Paula Bronstein/Liasion/Getty Images
Sumber :
  • bbc

KPU memperkirakan terdapat setidaknya 80-100 juta pemilih yang usianya tak lebih dari 40 tahun pada pemilu 2019. Perkiraan itu bisa mencapai 50?ri total pemegang hak suara yang berjumlah 190 juta orang.

Jumlah pemilih muda ini semakin besar setiap pemilu, seiiring data populasi penduduk Indonesia yang dicatat Badan Pusat Statistik maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Di sisi lain, tidak ada ketentuan perundang-undangan yang mendefinisikan atau memberi rentang usia politikus muda. Namun berdasarkan Peraturan KPU 20/2018, usia minimal caleg adalah 21 tahun.

Adapun UU 17/2017 tentang Pemilu mengatur, seorang warga negara Indonesia baru berhak mencalonkan diri menjadi presiden atau wakil presiden jika umurnya 40 tahun atau lebih.

Sejumlah kajian ilmiah merujuk sejumlah teori untuk membuat rentang usia muda.

Buku berjudul Developmental Psychology (2012) yang ditulis empat pakar psikologi terkemuka, antara lain Patrick Leman dan Ross Parke, menyebut usia dewasa dini atau muda terentang dari 18 hingga 40 tahun.

Artinya, politikus muda yang akan bertarung dalam pemilu 2019 lahir pada tahun 1979 hingga 1998.

Namun secara lebih spesifik BBC News Indonesia memilih berbincang dengan empat caleg berusia maksimal 30 tahun atau yang lahir paling dari 1989.

Berdasarkan teori generasi yang dibuat William Strauss dan Neil Howe, mereka tergolong Generasi Y alias milenial, orang-orang yang dianggap cerdas, tidak memiliki rasa takut, berkeras menentukan masa depan mereka sendiri.

Namun apakah penilaian itu tepat?

`Kalau tak ada kuota 30 perempuan, saya tak jadi caleg`

Yohana Rukmaningrum tak pernah bercita-cita menjadi politikus, bahkan anggota legislatif. Ia sebelumnya menjalani kehidupan layaknya anak muda lainnya: sekolah lalu bekerja sebagai karyawan kantoran.

Selama lima tahun, lulusan sekolah tinggi sekretaris ini bekerja di tiga perusahaan swasta berbeda di Jakarta.

Akhir 2016 perempuan kelahiran 1989 ini memutuskan pulang ke kampung halamannya di Bantul, Yogyakarta. Sejak saat itu, ia perlahan menghadapi pilihan yang belakangan tak dapat ditolaknya: menjadi caleg PDIP.

"Ibu sudah lama berkecimpung di bidang ini, meski bukan sebagai politikus. Awalnya dia menawari saya mengisi keterwakilan perempuan. Kalau cuma untuk memenuhi kuota, saya mau," ujarnya.