Logo BBC

Temuan Warga Negara Asing di DPT, KPU Didesak Perbaiki Verifikasi

Contoh surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada uji publik desain surat suara Pemilu di gedung KPU, Jakarta
Contoh surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada uji publik desain surat suara Pemilu di gedung KPU, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Masih ditemukannya warga negara asing pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 menunjukkan bahwa proses verifikasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum berjalan optimal, kata pengamat kependudukan.

Sukamdi, peneliti senior di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mengatakan bahwa proses verifikasi daftar pemilih seharusnya dilakukan secara total dan pada level yang paling bawah.

"Data itu kan ketika sudah diserahkan kepada KPU kan bisa di- cross check di tingkat desalah. Nah itu yang kemudian harus secara intensif, harus dimonitor, terus dilakukan secara terus-menerus," kata Sukamdi kepada BBC News Indonesia.

Berdasarkan temuan terbaru , ada 10 nama warga negara asing (WNA) tercatat dalam DPT di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Delapan warga diketahui tinggal di Kabupaten Bantul, seorang warga di Sleman, dan seorang lagi di Kota Yogyakarta.

Sebelumnya, berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), KPU mengidentifikasi 101 WNA yang masuk dalam DPT di 17 provinsi dan 54 kabupaten/kota. Atas temuan tersebut, KPU melakukan pencoretan.

Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan belum bisa dipastikan apakah 10 WNA di Yogyakarta adalah bagian dari 101 WNA yang sudah teridentifikasi.

"Nanti kita lihat apakah itu termasuk yang 101," katanya kepada BBC News Indonesia.

Pramono menjelaskan, saat ini pihaknya terus melakukan verifikasi di lapangan.

"Kan kita udah punya alamat lengkapnya ya. Itulah yang harus diverifikasi ke lapangan, ditemui satu per satu; kependudukannya, misalnya apakah ia izin tinggalnya tetap atau sementara, apakah dia karena hubungan perkawinan dengan warga negara Indonesia, dan seterusnya, dan seterusnya," tuturnya.

Ketika dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, mengatakan bahwa WNA yang masuk DPT di Bantul memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) tapi tidak memiliki KTP elektronik.

Ia mengisyaratkan bahwa nama-nama baru ini ada di luar daftar yang diserahkan ke KPU.

"Maka kita juga sedang mendalami... yang kita bagi kemarin itu kategorinya adalah WNA yang masuk DPT dan memiliki KTP elektronik," ujarnya.

Zudan menjelaskan, WNA yang tinggal sementara mendapat NIK melalui Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT).

Sejak 2014, Disdukcapil telah menerbitkan 1.600 KTP elektronik untuk WNA. Walaupun demikian, WNA tidak memiliki hak pilih dalam Pemilu.

Isu ini mencuat setelah nomor induk kependudukan (NIK) seorang WNA asal Cina yang memiliki e-KTP sempat masuk dalam DPT di Cianjur, Jawa Barat. KPU Cianjur mengakui ada kesalahan input data.

Untuk mendeteksi kekeliruan serupa, Zudan mengatakan pihaknya telah beberapa kali menawarkan bantuan kepada KPU untuk mencocokkan daftar pemilih dengan data WNA.

"Kami sih berharap Dukcapil diberi DPTHP oleh KPU. Nanti kami analisiskan, semua WNA akan kita cocokkan datanya ke dalam DPTHP itu. Sehingga kan bisa kita peroleh semuanya," kata Zudan.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan lembaganya tetap mengantisipasi laporan terkait WNA yang masuk dalam DPT.

"Kita tentu membuka kesempatan kepada pihak manapun, baik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tingkat kabupaten/kota, atau dari Bawaslu, atau dari peserta Pemilu, atau dari masyarakat jika ada informasi keberadaan WNA dalam DPT tentu kita terbuka sekali.

"Pada prinsipnya, KPU punya komitmen untuk membersihkan DPT dari keberadaan WNA," pungkasnya.