Logo BBC

Kabinet Kerja Jokowi Jilid II Tersandera Elite Politik?

Presiden Joko Widodo berjalan bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) usai melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10). - Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo berjalan bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) usai melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10). - Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Sumber :
  • bbc

"Secara politik juga terlihat berbeda dengan sebelumnya. Hari ini presiden terlihat sangat powerful, sangat kuat," jelas Veri.

Jokowi `lebih otonom dan berpengalaman`

Politikus senior PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, mengatakan Jokowi bekerja secara diam-diam dalam menyusun kabinet kali ini demi menghindari kegaduhan. Kata dia, banyak tim di lingkungan Istana yang memberikan kajian dan rekomendasi terkait dengan kabinet.

"Ada banyak tim. Tapi tidak boleh ada di koran (media massa) untuk bikin opini publik. Karena dia mau menguji (hak) prerogratif itu. Jadi biarkan Jokowi menjalankan kerjaannya dengan caranya sendiri," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (17/10).

Lebih lanjut, Eva mengatakan tak ada pendiktean dari elite politik saat Jokowi menyusun kabinetnya.

"Jangan ada kekhawatiran didikte ketum (ketua umum parpol), enggak ada itu. Karena ketum sendiri, seperti Bu Mega mengimbau enggak bisa dikte. Karena (Megawati) menghormati hak prerogratif itu," katanya.

Eva juga meminta masyarakat bersabar dengan komposisi kabinet kerja Jokowi jilid II. Pengumumannya akan dilakukan saat pelantikan 20 Oktober atau sehari setelahnya.

"Kita tunggu saja, hasil keputusan yang dilakukan dengan metode Pak Jokowi itu di pengumuman kabinet," katanya.

Hal senada dikatakan Tenaga Ahli Utama bidang Komunikasi Politik, Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Ia menolak Jokowi dikatakan tersandera elite politik dalam menyusun kabinet.

Ia juga mengatakan, Presiden Jokowi tidak lagi melibatkan PPATK dan KPK karena sudah berpengalaman di periode sebelumnya.

"Daripada menyerahkan kepada orang lain, kenapa tidak beliau sendiri," kata Ali Ngabalin kepada BBC News Indonesia.

Lebih lanjut, Ngabalin mengatakan komunikasi antara Jokowi dengan elite partai penyeimbang, Prabowo Subianto, SBY dan Zulkifli Hasan tak akan merugikan semua pihak, termasuk partai koalisi pendukung pemerintah.

"Supaya maksudnya mengkomunikasikan lebih indah, lebih enak didengar. Lebih asik membicarakannya, jangan juga mereka tersinggung, atau (merasa) tidak dilibatkan," katanya.

Pada akhirnya, kata Ngabalin, pilihan Gerindra, Demokrat atau pun PAN untuk berada di luar pemerintahan atau berkoalisi tetap penting untuk menjaga keseimbangan dalam kenegaraan.