Putu DPR Ingin AIPA Jadi 'Penarik' Kekuatan Global, Perlu Ada ASEAN Parlemen

Ketua Desk Kerja Sama Regional BKASP DPR RI, Putu Supadma Rudana (kanan)
Sumber :
  • istimewa

Jakarta - Sidang Umum ke-44 AIPA atau The-44th ASEAN Inter-Parliamentary (AIPA) Assembly akan digelar di Jakarta pada 5-10 Agustus 2023. Ada beberapa agenda penting yang didorong dalam forum tersebut.

DPR: Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Bersifat Tersier Tak Jawab Masalah UKT Mahal

Ketua Desk Kerja Sama Regional Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana mengatakan Sidang AIPA mesti bisa menjadikan ASEAN sebagai kekuatan utama di kawasan Asia Pasifik. Dengan tema responsive parliament for a stable and prosperous ASEAN, diharapkan AIPA bisa menekankan persoalan seperti konsep green economy atau ekonomi hijau.

Menurut dia, saat ini dunia cenderung melihat dari sisi parameter pertumbuhan ekonomi. Ia menyoroti hal itu dianggap sebagai satu-satunya tolak ukur positif lantaran gross domestic product (GDP) sebagai acuan tunggalnya.

DPR: Revisi UU Polri Terkait Perpanjangan Batas Usia Pensiun Anggota

“AIPA justru menjadi satu penarik dari berbagai kekuatan global. Saya mendorong ASEAN harus ada ASEAN Parlemen untuk memperkuat kepentingan ASEAN secara parlementer atau secara DPR RI," kata Putu, dalam keterangannya, Jumat, 4 Agustus 2023.

Dia bilang dengan adanya ASEAN parlemen, justru negara Asia Tenggara akan jadi satu kekuatan ASEAN dan bisa dianggap sebagai ASEAN family. Bagi Putu, dengan adanya ASEAN parlemen segala pengawalan kepentingan dan potensinya bisa dilakukan secara bersama.

5 Negara dengan Pemerintahan Diktator di Dunia Modern

Wakil Ketua BKSAP DPR Putu Supadma

Photo :
  • istimewa

Pun, Putu menambahkan AIPA saat ini memiliki anggota yang terdiri dari 10 negara ASEAN. Namun, hanya 9 negara hadir diundang. Adapun 1 negara yang tak diundang yaitu Myanmar.

Menurut dia, Myanmar saat ini dalam kondisi mengalami tantangan demokrasi. Kata Putu, proses demokratisasi di Myanmar belum terimplementasi.

“Memang AIPA dan ASEAN terus mengawal proses demokratisasi Myanmar. AIPA jika dilihat  komposisinya dari 10 negara, Sebagian negara menggunakan konsep parlementer dan sisanya menganut sistem demokrasi presidensial,” jelas Legislator asal Bali tersebut.

Maka itu, dia menambahkan, Indonesia sebagai ketua AIPA mesti bisa mendorong five point consensus. Tujuannya dengan konsensus itu bisa diterapkan dan diimplementasikan oleh Myanmar yang saat ini dipimpin junta militer. Putu menyinggung demikian karena pengambilalihan kekuasaan di Myanmar dilakukan lewat proses tidak demokratis atau kudeta.

“Memang ada keinginan, Parlemen Indonesia untuk mengundang parlemen yang demokratis dipilih oleh rakyat Myanmar, yaitu Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH)," lanjut Wakil Ketua Fraksi Demokrat di DPR tersebut.

Dia menyampaikan, dalam persoalan Myanmar perlu juga didengar dan dilihat pandangan negara-negara ASEAN lainnya. "Dan tentu kita juga harus menghargai pendapat negara - negara ASEAN lainnya,” tutur Putu.

Lebih lanjut, Putu mengatakan, five point consensus untuk diterapkan dan diimplementasikan oleh Myanmar. Dia merincikan five point consensus tersebut yaitu tidak adanya kekerasan, setop konflik yang terjadi. Kedua, agar semuanya kembali damai. Ketiga, adanya mediasi dari spesial envoy.

“Keempat, isu-isu yang berhubungan dengan human right atau kemanusiaan harus dijaga karena banyak pengungsi jangan sampai merugikan masyarakat yang tidak berdosa," ujar Putu.

"Terakhir, justru ASEAN mengirim utusan / envoy untuk mengawal proses demokratisasi di Myanmar. Itulah poin-poin dari five point consensus yang ingin kita capai,” kata Putu.

Selain itu, dia menambahkan agenda AIPA juga akan membahas berbagai isu seperti kesetaraan gender pada komite perempuan. Lalu, ada juga isu keterlibatan pemuda pada komite kepemudaan, komite politic, economy, sosial dan komite organisasi yang membahas berbagai isu internal AIPA. Pun, tentunya akan mengangkat isu sawit nikel, isu konflik Rusia - Ukraina, Myanmar, hingga green economy.

Dia menyebut saat ini, sudah ada 20 negara observer di AIPA dan 8 observer dari berbagai organisasi internasional. Menurut dia, kabarnya ada tiga negara lagi yang akan masuk sebagai observer yaitu Turki, Armenia dan Kuba.

Bahkan, kata Putu, negara besar seperti Amerika, Cina dan Rusia juga sudah jadi observer di AIPA. Ia menekankan masih ada negara-negara besar lainnya yang ingin masuk menjadi observer di AIPA.

"Artinya, kekuatan besar ingin masuk ke dalam kawasan Asia Tenggara karena memiliki potensi yang sangat besar. Dulunya tidak dilirik, tapi sekarang justru menjadi daya tarik,” tutur Anggota Komisi VI DPR RI ini

Putu berharap, sidang umum AIPA bisa menghasilkan resolusi-resolusi yang jika diimplementasikan dapat berikan manfaat kepada seluruh rakyat Indonesia maupun kawasan. Dia menyebut dengan jadi tuan rumah, kans Indonesia memperlihatkan momen leadership-nya di kawasan sebagai ketua AIPA maupun keketuaan ASEAN 2023.

"Kami tentu berharap pelaksanaan sidang AIPA ke 44 ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat untuk segenap masyarakat Indonesia," sebut Putu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya