MK Hapus Ambang Batas DPR 4%, PKS Dorong Koreksi Presidential Threshold 20%

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid alias HNW merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pembentuk undang-undang perlu mengoreksi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen DPR. MK minta koreksi ambang batas parlemen dilakukan sebelum Pemilu 2029.

MK Ungkap Alasan Arsul Sani Boleh Tangani Sengketa Pileg PPP meski Tak Ikut Memutus

Bagi HNW, putusan MK dinilai tak sama sekali menghilangkan parliamentary threshold. Namun, menurut dia, penetapan angka ambang batas itu menggunakan kajian ilmiah, argumentasi yang rasional dan demokratis.

"Ini juga seharusnya bukan hanya berlaku terhadap parliamentary threshold yang 4 persen itu, tetapi juga mestinya diberlakukan untuk presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen,” kata HMW, dalam keterangannya, Senin, 4 Maret 2024.

KPU Penuhi Hanya Dua dari Enam Permohonan ICW terkait Transparansi Sirekap

HNW menyampaikan, putusan MK itu agak berbeda dengan pakem putusan-putusan sebelumnya. Sebab, dalam putusan itu, MK menyerahkan sepenuhnya terkait angka ambang batas itu kepada pembentuk undang-undang, melalui open legal policy.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid

Photo :
Oposisi Akan Jadi Minoritas dan Kandidatnya Hanya PKS-PDIP, Menurut Peneliti Senior BRIN

Namun, ia menilai MK justru desak DPR untuk mempertimbangkan koreksi angka 4 persen parliamentary threshold tersebut.

“Ini tentu juga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa MK bisa memiliki pendapat yang berbeda dibanding pakem sebelumnya?" lanjut HNW.

Dia menyinggung putusan MK terkait usia pencalonan cawapres yang berujung terhadap sanksi pelanggaran kode etik Ketua MK saat itu, Anwar Usman.

"Karena keputusan itu dinilai sebagai menghidupkan nepotisme karena menguntungkan putra Presiden yang adalah juga keponakan Ketua MK,” jelas Wakil Ketus MPR tersebut.

Lebih lanjut, dia menyinggung wajar publik mempertanyakan putusan parliamentary threshold kali ini karena di luar dari pakem yang telah MK ciptakan sendiri.

Apalagi, kata HNW, publik memahami salah satu partai yang terancam tidak lolos ke DPR adalah PSI yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Jokowi yakni Kaesang.

Maka itu, HNW mengingatkan MK agar berlaku adil sesuai prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia yang merupakan negara hukum. Selain itu, kata dia, untuk menyelamatkan kedaulatan rakyat.

Dia menaruh harapan ke MK agar bisa berperan menjaga kualitas demokrasi. Pun, diharapkan pilpres jadi lebih baik pada 2029 ke depan dengan memerintahkan kepada pembentuk UU untuk mengoreksi 20 persen presidential threshold sebelum 2029. Hal itu seperti argumentasi MK dalam putusan terkait koreksi 4 persen parliamentary threshold tersebut.

“Seharusnya MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk juga melakukan hal serupa ketika menetapkan presidential threshold, sehingga mengkoreksi presidential threshold 20 persen sebelum pemilu/pilpres 2029,” ujar HNW.

HNW menambahkan, bahwa banyak pihak telah mengajukan permohonan agar presidential threshold 20 persen dinyatakan inkonstitusional dan seharusnya diturunkan. Hal itu termasuk dengan permohonan yang sudah diajukan oleh PKS yang sudah mendasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi.

Apalagi, klaim dia, teori-teori atau rumusan yang digunakan oleh para pemohon dalam perkara parliamentary threshold itu tak jauh berbeda dengan teori atau rumus yang digunakan PKS dalam permohonannya yang lalu.

HNW menuturkan ketika itu, MK tak mengabulkan permohonan yang diajukan PKS terkait presidential threshold di angka antara 7 persen sampai 9 persen. Namun, ia menuturkan dalam pertimbangannya MK mengapresiasi PKS yang sudah pergunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut.

“Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4 persen. Dan itulah seharusnya yang perlu diputuskan oleh MK agar dilakukan oleh DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya