Sumber :
- Harry Siswoyo/VIVAnews
VIVAnews
- Konflik di tubuh Partai Golkar terus berlanjut. Musyawarah Nasional (Munas) Bali baru saja selesai. Kini, giliran kubu Agung Laksono menggelar forum serupa di Ancol, Jakarta. Partai yang telah berusia 50 tahun dan mengenyam asam garam politik Tanah Air ini terancam terbelah.
Kondisi serupa sebelumnya dialami Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ada dua kubu yang berseberangan dan sama-sama menggelar muktamar. Namun, pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yassona H Laoly dinilai tak netral. Yassona mengesahkan kepengurusan salah satu kubu.
Lantas, bagaimana jika dalam kasus Golkar, pemerintah mengesahkan kepengurusan versi Munas Ancol?
"Pertama, kami tidak mau berandai-andai. Tetapi, dalam politik sah-sah saja kalau kita berpikiran seperti itu," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ade Komarudin di Jakarta, Minggu 7 Desember 2014.
Namun, Ade tak yakin pemerintah dalam hal ini Kemenkum HAM akan mengesahkan kepengurusan yang berasal dari Munas Ancol. Tak ada alasan untuk mengesahkan hasil Munas Ancol baik dari sisi AD/ART partai, aturan organisasi maupun aturan perundang-undangan.
Baca Juga :
Dirjen Kementerian Pertanian Bela-belain Patungan Rp500 Juta Buat Beliin Mobil Anaknya SYL
"Tidak ada aturan yang lain kecuali peraturan perundangan yang kita anut bersama. Parpol, ormas sudah ada undang-undangnya yaitu AD/ART atau peraturan. Itu yang jadi patokan dasar bagi pemerintah untuk berpihak terhadap hasil munas di Bali atau di Ancol," tuturnya. (art)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Tidak ada aturan yang lain kecuali peraturan perundangan yang kita anut bersama. Parpol, ormas sudah ada undang-undangnya yaitu AD/ART atau peraturan. Itu yang jadi patokan dasar bagi pemerintah untuk berpihak terhadap hasil munas di Bali atau di Ancol," tuturnya. (art)