Gedung Tahan Gempa atau Tidak, BPPT Andalkan Si Jagat dan Si Kuat

Deretan gedung bertingkat terlihat dari kawasan Kuningan, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki ancaman gempa bumi berkekuatan besar. Kota besar menjadi perhatian atas potensi diguncang gempa, salah satu contohnya Jakarta. Ibu Kota ini memiliki banyak gedung tinggi yang perlu dikaji ulang ketahanannya terhadap bencana alam. 

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi memperkenalkan Si Jagat dan Si Kuat. Si Jagat merupakan akronim dari sistem kaji cepat risiko gempa bumi gedung bertingkat. Jika dinilai tidak memenuhi standar, maka BPPT akan memberi solusi berupa rekomendasi teknis. 

Cara kerja teknologi ini ialah dengan pengukuran di lapangan. Data-data yang diperlukan adalah pengukuran dimensi yang didapatkan melalui lebar kolom dan jarak antarkolom sebuah gedung. Lalu dibutuhkan pula jumlah lantai, bentuk gedung, fungsi serta tahun desain. Alat profometer akan digunakan untuk mengukur baja tulangan. 

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

"Hasil perkalian persentase dari tiap data, menjadi nilai ketahanan gempa suatu gedung yang dikaji secara cepat. Teknologi ini digunakan untuk mengukur keandalan sebuah gedung terhadap ancaman gempa bumi," ujar Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT, Hammam Riza, di Jakarta, Kamis 27 September 2018.

Teknologi lain untuk mengukur kesehatan gedung bertingkat yakni Si Kuat yang merupakan akronim dari teknologi monitoring gedung bertingkat terhadap bencana gempa bumi. Orang yang tinggal atau bekerja di gedung tentu akan berhamburan keluar saat terjadinya gempa bumi. 

Gempa Magnitudo 6 Guncang Jepang, Tak Ada Peringatan Tsunami

Biasanya untuk dapat kembali memasuki gedung, keamanan akan melakukan survei sebelum mengizinkan mereka masuk kembali. Proses ini memakan waktu hingga beberapa jam bahkan berhari-hari, tergantung pada ukuran bangunan sampai perkiraan kerusakan. 

"Pemasangan sensor-sensor getaran dan sensor lainnya dikirim ke pusat pemantauan dan pengolahan data, sehingga perubahan kesehatan gedung dapat dipantau dari jarak jauh. Data juga dapat menghasilkan informasi mengenai seberapa jauh kesehatan gedung," ujarnya. 

Hammam menambahkan, alat-alat tersebut sedang dalam masa uji coba di beberapa gedung pemerintahan di Jakarta selama setahun terakhir. Jika gedung dinyatakan tidak lagi layak, maka mereka harus melakukan peremajaan, penguatan atau tindakan agar gedung kembali masuk ke tahap aman. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya