Ketua Dewa Pers: AI Tak Memberikan Kontribusi Positif untuk Pembuatan Berita

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Sumber :
  • dok. Istimewa

Jakarta – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengajak semua perusahaan media digital untuk mengkaji ulang saat proses pembuatan konten berita yang memakai AI atau Artificial Intelligence. Dia mengatakan bahwa karya jurnalistik harus berkualitas dengan penunjang konteks, fakta, dan informan ahli.

Motif TikToker Galih Loss Buat Konten Penistaan Agama Terkuak, Ternyata Buat Cari Endorse

Imbauan tersebut disampaikan Ninik Rahayu dalam acara Diskusi Terbuka bertajuk “Whats Next After Publisher Rights: AI For Media”. Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengimbau seluruh perusahaan media, terutama media digital, untuk lebih memperhatikan kualitas konten berita AI.

"Karya jurnalistik itu butuh konteks, butuh fakta, butuh informan ahli, butuh konfirmasi. Yang sekarang zaman digital yang serba cepat tapi hal itu tidak dilakukan justru yang terjadi AI itu tidak memberikan kontribusi positif," papar Ninik.

Pengakuan TikToker Galih Loss Soal Video Diduga Menistakan Agama: Saya Menyesali Semua

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu

Photo :
  • dok. Istimewa

Sebab, program seperti ChatGPT yang dirancang oleh OpenAI, secara tak langsung memberikan celah untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk menulis konten berita berbasis AI. Pada masa kini, penggunaan AI tidak selalu memberikan kontribusi positif.

7 Rahasia Google

"Saat ini, zaman digital yang serba cepat, tapi hal itu tidak dilakukan, justru yang terjadi AI itu tidak memberikan kontribusi positif," ujar Ninik dalam diskusi tersebut.

"Saya mendorong kawan-kawan untuk melakukan kajian terlebih dahulu, jangan sampai konten-konten yang bersumber dari AI itu kontennya dangkal, tidak menghadirkan konteks, informasi yang akurat tidak terjadi," tambahnya.

Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu

Photo :
  • VIVAnews/Fajar GM

Selain itu, Ninik juga menyoroti aspek hukum soal pemakaian teknologi AI dalam proses pembuatan berita. Ia menilai ada kemungkinan konten berita menjadi serupa atau identik dengan media lain sehingga akan menimbulkan masalah plagiarisme.

"Kita juga dihadapkan pada belum adanya declare (di mana) berita yang dibuat kawan-kawan media itu bersumber dari AI. Ini jadi perlu transparansi, jangan sembunyi-sembunyi," papar Ninik.

"AI ini hanya tools. Karena yang bisa tetap mengkontrol hanya manusia agar kaidah-kaidah jurnalistik berkualitas tetap berada pada koridor-koridor yang ada. Jadi saya pikir investasi terbaik saat ini hanya pada manusia bukan pada mesin," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya