Asal-usul Tradisi Meugang di Aceh Jelang Ramadan

Penjual daging dadakan di Banda Aceh dalam menyambut hari Meugang
Sumber :
  • VIVA/Dani Randi

VIVA – Meugang adalah sebuah tradisi budaya bagi masyarakat Aceh yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Tradisi ini selalu diperingati dua atau tiga hari sebelum memasuki bulan suci Ramadan.

6 Tradisi Unik Merayakan Hari Paskah dari Berbagai Negara

Meugang identik dengan kebersamaan, dengan makan daging sapi atau kerbau yang dimasak dengan beraneka ragam. Kegiatan ini diyakini sudah ada sejak masa kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-16 masehi.

Sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Aceh. Itu terlihat, ketika memasuki hari Meugang, rakyat berbondong-bondong membeli daging sapi maupun kerbau. Masyarakat tak peduli dengan harga daging yang sewaktu Meugang bisa naik hingga 50 persen, asalkan bisa mengikuti hari Meugang dengan anggota keluarganya.

5 Tradisi Unik Ramadhan Belahan Dunia, Ada yang Bikin Merinding

Seperti di Kabupaten Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Kota Banda Aceh, harga daging awalnya hanya berkisar Rp120 ribu per kilogram (kg). Namun, ketika Meugang bisa melonjak mencapai Rp180 ribu per kg.

Dua hari sebelum Meugang juga ditandai dengan munculnya pasar daging dadakan di pinggir jalan. Pasar ini hanya bertahan selama empat hari, sebelum memasuki Ramadan. Mereka membuka lapak dan menjajakan daging segar kepada pembeli.

Tradisi Unik di Indonesia Selama Bulan Ramadhan

Penjual daging dadakan di Banda Aceh dalam menyambut hari Meugang

Safitri, seorang warga kota Banda Aceh mengatakan, meski harga daging naik, masyarakat tetap membelinya. “Kalau harga naik tetap dibeli, karena ini sudah tradisi kita,” katanya kepada VIVA di Pasar Lambaro, Banda Aceh, Selasa, 15 Mei 2018.

Ketua Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi A. Hamid tak menampik bahwa Makmeugang atau Meugang adalah tradisi yang sudah dilakukan sejak zaman kerajaan Aceh. Menurutnya, Sultan Aceh sejak dahulu dan secara turun-temurun telah memerintahkan Qadi Mua’zzam Khazanah Balai Silaturrahmi untuk mengambil dirham, kain-kain, kerbau, dan sapi untuk dipotong di hari Meugang.

Fakir miskin, kaum duafa, yatim piatu dan difabel akan dibagi barang-barang itu melalui kepala desa. Kebijakan tersebut termaktub dalam Qanun Meukuta Alam Bab II pasal 47.

Itu merupakan cara Sultan Aceh menolong rakyatnya yang hidup melarat, sehingga sama-sama bisa menyambut Ramadan dengan hati senang. Tradisi ini, Tarmizi mengatakan, berlanjut hingga saat ini karena masyarakat Aceh sangat kuat menjaganya.

Baca juga:

5 Tradisi Unik Jelang Ramadan yang Cuma Ada di Indonesia

Meugang, Tradisi Makan Mewah Warga Aceh Jelang Ramadan

Di sisi lain, Meugang memberi kesempatan kepada para dermawan untuk bersedekah kepada para fakir miskin, kaum duafa, anak yatim piatu dan lainnya agar merasakan hal yang sama dalam menyambut Ramadan.

Tradisi Meugang ini sebuah warisan, dan masyarakat Aceh wajib menjaga kemurniannya demi kebersamaan dan sifat saling asuh dan asih terutama kepada anak yatim dan fakir miskin serta kaum duafa di Aceh.

“Menyambut bulan Suci Ramadan di Aceh memang sudah menjadi tradisi hal demikian, rasa suka cita baik kelompok sosial dalam masyarakat maupun sesama keluarga, makan bersama dengan daging yang segar-segar,” kata pria yang akrab disapa Cek Midi.

Meugang memang tradisi dan budaya yang sangat unik dan kuat di Aceh. Pada hari Meugang, status semua orang dianggap sama. Menurutnya, mereka yang berlebih bisa membantu yang kurang mampu.

“Ini adalah ketentuan Qanul Al Asyi yang telah beratus-ratus tahun. Tradisi ini begitu hidup dan menggema,” katanya. (ch)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya