Sering Baper Bisa Sebabkan Orang Jadi Psikopat

Ilustrasi wanita.
Sumber :
  • Pixabay/Luxstorm

VIVA – Kata baper (terbawa perasaan) banyak beredar di media sosial. Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan orang yang bersikap terlalu sensitif dan terbawa emosi.

Depresi, Pria Muda Bunuh Diri Loncat dari Lantai 8 Apartemen

Meski terkesan sederhana, ternyata baper memiliki dampak yang mengerikan bagi kesehatan jiwa.

Dalam ilmu psikiater, Baper dikenal sebagai Highly Sensitive Person. Sebutan itu adalah terminologi yang digunakan untuk kondisi di mana seseorang memiliki sensitivitas sensorik emosi tinggi.

Supaya Lebih Gembira, Ibu di Inggris Ubah Nama dan Gaya Jadi Unicorn

Umumnya orang dengan sensitivitas tinggi mudah tersinggung, amat peka dan memiliki kesulitan untuk suatu perbedaan atau suatu yang tidak ideal.

Sikap baper atau terlalu sensitif ini dapat menyebabkan timbulnya beberapa masalah, seperti kesulitan bekerja, kesulitan berkonsentrasi, dan gangguan emosi, yang tentunya dapat memengaruhi kehidupan secara keseluruhan.

Depresi, Anggota Kostrad Diduga Tusuk Diri Sendiri di Kemayoran

Wanita emosi.

Pakar kesehatan jiwa dr Iman Firmansyah, SpKJ menyebut bahwa baper bisa dialami oleh siapa saja dari anak-anak hingga lansia. Namun, wanita lebih banyak mengalami baper.

"Baper adalah kondisi yang sangat berhubungan dengan hormon. Sedangkan wanita sangat rentan, saat melahirkan, mens, dan wanita juga lebih ekspresif sehingga kondisi baper yang dialami wanita mudah terlihat," ujarnya dalam tayangan AYO HIDUP SEHAT tvOne Selasa 20 Maret 2018.

Lebih lanjut ia mengatakan jika seseorang berlarut dalam kondisi baper, maka Iman menyebut bisa memicu kondisi kejiwaan yang lebih serius.

"Awalnya baper, jika keseringan akan memicu memori yang kemudian di tangkap oleh hipotalamus pada sistem limbik. Jika hipotalamus menangkapnya sebagai sesuatu yang negatif dan perubahan mood, maka bisa memicu pada reaksi fisik, entah menarik diri, atau menyakiti orang lain. Berujung depresi, psikopat, hingga bunuh diri," ujarnya.

Menurutnya segala suasana hati dan tingkah pola yang dilakukan manusia semua diatur oleh otak, tepatnya pada sistem limbik.

"Sesuatu yang bikin kita nyaman atau tak nyaman di limbik menjadi memori dan mengalir ke hipotalamus lalu dipilah," ujarnya. 

Ilustrasi pasangan emosional.

Ketika seseorang bisa mengendalikan hipotalamus dan memilah, atau mengubahnya menjadi sudut pandang positif maka tubuh manusia juga akan beradaptasi dan menyikapi. 

Yang mengejutkan, Iman menyebut bahwa baper ternyata bisa menjadi ciri seseorang mengidap bipolar.

"Gejala penderita bipolar adalah emosi yang mudah naik turun. Maka baper bisa jadi salah satu gejalanya."

Selain depresi dan gangguan kecemasan, terlalu lama membiarkan diri dalam kondisi baper juga bisa menyebabkan psikosomatis.

"Dari psikis bisa ke badan, sebutannya psikosomatis. Misalnya stres meningkat bisa lari ke jantung, hingga penyakit lambung."

Baper juga bisa menular, "bukan menular secara harfiah. namun ada ikatan emosional yang bisa mensugesti kelompok tertentu. Sehingga berpotensi picu gerakan masal misalnya tawuran (jika negatif).
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya