Kemenkes: Cantik Itu Bukan Kurus

ilustrasi remaja.
Sumber :
  • pexels

VIVA – Anggapan bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang kurus masih banyak dipercaya oleh para remaja di Indonesia. Tak heran jika banyak dari mereka yang akhirnya menjalani diet berlebihan yang berujung pada malnutrisi. 

Tubuh Kurus Juga Berisiko Kolesterol Tinggi, Ini Kata Dokter

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI, Dr. Siswanto, MHP, DTM, hal itu juga berdampak besar bagi kesehatan.

"Remaja putri di Indonesia masih ada yang memiliki pandangan bahwa mengenai body image yang kurus dan kecil seperti pensil itu dianggap cantik. Remaja putri perlu menyadari bahwa persiapan hamil itu butuh kecukupan gizi," ujar Siswanto, dalam siaran persnya, Senin, 26 November 2018. 

Tubuh Kurus Song Joong Ki Disorot Usai Hadiri Pernikahan Bareng Katy Louise

Menurutnya, pandangan tersebut sangat penting untuk diluruskan, mengingat remaja putri merupakan calon ibu di masa depan. Seorang ibu hamil bila kondisinya kurang energi kronis (KEK) akan membawa dampak bagi janin yang sedang dikandungnya, karena dapat berpeluang bayinya lahir < 2,5 kilogram yang sering disebut berat bayi lahir rendah (BBLR) atau panjang badan saat lahir < 48 sentimeter.

"Ibu hamil yang KEK merupakan calon produsen anak stunting. Karena kalau ibunya kurang energi, anaknya lahir BBLR atau pendek," ujarnya.

Pamer Pose Punggung Terbuka saat Bulan Mandu, Mikha Tambayong Kena Body Shaming

Sebenarnya, Riskesdas 2018 menemukan hasil yang cukup baik, karena berhasil memotret penurunan angka KEK pada wanita usia subur (WUS). Riskesdas 2013 lalu mencatat WUS KEK hamil sebesar 24,2 persen dan WUS KEK tidak hamil sebesar 20,8 persen. 

Sementara Riskesdas 2018 mencatat WUS KEK hamil sebesar 17,3 persen dan WUS KEK tidak hamil 14,5 persen. Namun, adanya anggapan yang salah pada remaja mengenai ukuran kecantikan yang diidentikkan dengan tubuh kurus, menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan stunting.

Belum lagi tantangan anemia pada remaja putri dari 37,1 persen pada Riskedas 2013 yang justru mengalami peningkatan menjadi 48,9 persen pada Riskesdas 2018, dengan proporsi anemia ada di kelompok umur 15-24 tahun dan 25-34 tahun. 

Hal-hal tersebut jelas menguatkan bahwa kesehatan remaja sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan, terutama dalam upaya mencetak kualitas generasi penerus bangsa di masa depan.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya