Cara Membedakan Nyeri Dada Akibat Gejala Jantung Koroner

Ilustrasi jantung.
Sumber :
  • Pixabay/sbtlneet

VIVA – Penyakit jantung iskemik, masih menjadi salah satu penyebab angka kematian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Global Health Data Exchange (2017) penyakit jantung iskemik menempati peringkat ke-dua penyebab utama kematian di Indonesia setelah stroke sejak 2007-2017, dengan peningkatan sebesar 29 persen. 

Sempat Kena Serangan Jantung, Putra LeBron James Masuk Draf NBA Musim Ini

Hal ini juga didukung dengan data survei Indonesia Sample Registration System (2014) yang menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke, yakni sebesar 12,9 persen. Meski demikian, pemahaman masyarakat tentang gejala dari penyakit ini masih rendah. 

Menurut perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiolovaskular Indonesia (PERKI), dr. Ade Median Hambari SpJP, salah satu gejala yang kerap muncul pada penderita penyakit jantung koroner ialah munculnya nyeri dada yang berat. 

Sebelum Meninggal, Donny Kesuma Ngaku Tekuni Pekerjaan di Dunia Malam Selama 20 Tahun

Namun, banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri dada tersebut hal yang biasa, sehingga membiarkan gejala yang muncul. Padahal dalam penyakit jantung, dikenal dengan golden periode. Artinya, semakin lama gejala itu dibiarkan maka akan semakin sulit juga kemungkinan untuk ditangani. 

Lalu bagaimana beda nyeri dada biasa dan nyeri dada akibat gejala dari penyakit jantung koroner?

Duka Mendalam Baim Wong dan Armand Maulana atas Kepergian Donny Kesuma

"Biasanya nyeri itu berlaku lebih dari 20 menit dan cenderung stabil. Kemudian bisa keringat dingin dan basah kadang mual, kadang muntah," ungkap Ade ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 18 Februari 2019. 

Namun, ia menjelaskan bahwa ada beberapa kelompok masyarakat, terutama pada kelompok usia lanjut yang terkadang tidak memiliki gejala spesifik. Mereka kerap merasakan sakit pada ulu hati dan tiba-tiba terkena serangan jantung. 

"Makanya kalau lebih dari 40 tahun, kami sarankan untuk screening sebelum serangan. Kemudian ada faktor risiko enggak, serangan  jantung lebih dari 60 persen perokok, kemudian hipertensi, dan juga gangguan lemak yang lama kelamaan menumpuk," kata Ade. (rna)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya