Logo DW

Mencegah Dampak Negatif Olahraga Lari

Colourbox/Labrador
Colourbox/Labrador
Sumber :
  • dw

Dua peserta Surabaya Marathon meninggal dunia, Minggu (4/8). Olahraga lari itu baik, tapi eforia berlebihan tanpa pengetahuan cukup, malah bisa berbahaya. Oleh dr. Michael Triangto, SpKO*

Olahraga lari saat ini sudah menjadi tren di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Hal ini sejalan dengan mulai jenuhnya masyarakat berolahraga di dalam ruang dan keinginan untuk berekspresi seluas-luasnya saat berlatih ternyata mampu menggerakkan animo masyarakat untuk memulai berolahraga.

Olahraga lari sendiri harus diakui memiliki banyak sekali keunggulan, diantaranya adalah relatif murah, mudah melakukannya, dapat dilakukan di mana saja, mampu masuk ke dalam berbagai komunitas masyarakat dan hal ini juga ditopang dengan tren berkembangnya media sosial sehingga kepopuleran olahraga lari cepat dikenal oleh masyarakat luas.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan berlari dengan cara yang baik dan benar maka kemajuan perekonomian yang berhubungan dengan olahraga lari ini pun menjadi tak terbendung dan kondisi ini terlihat dengan jelas meningkatnya permintaan masyarakat pelari akan perlengkapan lari yang dimulai dari pakaian olahraga khusus pelari, kaos kaki, sepatu, minuman, suplemen olahraga, bahkan pelatih teknik dan fisik yang diyakini akan meningkatkan performa pelari saat berolahraga.

Peningkatan akan ajang olahraga lari juga difasilitasi oleh kalangan pebisnis dengan mensponsori berbagai even lomba yang mulai dari 5K, 10K, half marathon, full marathon, ultra marathon dan manakala hal itu dirasakan mulai jenuh maka penyelenggara dengan sangat kreatif mengadakan bentuk lomba yang baru misalnya vertical run, color run dan lainnya sehingga setiap bulan masyarakat selalu kesempatan untuk mengikuti lomba lari.

Tentunya para pelari yang mendapat penawaran kalender lomba sedemikian banyak akan merasa sangat dimanjakan, dan tak heran bila ada yang bersedia mengikuti lebih dari satu lomba dalam satu bulan secara berturut-turut.

Dari sejarah marathon yang berawal dari Pheidippides, seorang prajurit Yunani yang berlari sejauh 42.195 km ke Athena untuk memberitahukan kemenangan perang di Marathon namun berakhir dengan kematiannya, akan mengingatkan kita kalau berlari sejauh itu dapat berakibat fatal bila tidak memiliki kesiapan fisik yang prima.