Awas! Gula Tambahan Tersembunyi di Produk Makanan Bayi, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas!

Ilustrasi makanan bayi.
Sumber :
  • Pixabay/Ben_Kerckx

JAKARTA  – Anak-anak diketahui memerlukan asupan nutrisi yang cukup setiap hari agar proses pertumbuhannya bisa optimal. Oleh sebab itu, para orangtua pasti sangat selektif dalam membelikan produk makanan atau susu bayi dan anak di pasaran. Sayangnya, tidak semua produk makanan bayi dan anak ternyata aman karena sebuah penelitian menemukan adanya kandungan gula tambahan dalam produk tertentu.

Begini Rupanya Tampang Alien

Berdasarkan hasil investigasi Public Eye dan International Baby Food Action Network (IBFAN), salah satu merek makanan bayi terlaris yang dipasarkan oleh Nestle di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah mengandung tambahan gula dalam jumlah tinggi, sementara produk-produk tersebut justru bebas kandungan gula di negara asalnya, Swiss.

"Kami LSM Swiss, kami menyelidiki perusahaan Swiss dan apa yang mereka lakukan ketika beroperasi di luar negeri. Nestle perusahaan makanan bayi terbesar di dunia yang punya 20 persen makanan bayi,  yang dikonsumsi oleh jutaan bayi dan anak di dunia. Nestle klaim dia pemimpin makanan bayi dan memberikan nutrisi terbaik bagi bayi dan anak di dunia. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian," kata Agriculture & Food expert Public Eye, Laurent Gaberell.

Menkumham Serahkan Penghargaan Kepada Insan KI 2024

Sebagaimana diketahui, gula akan mempunyai dampak jangka panjang yang akan membahayakan kondisi seseorang ketika dewasa. Apalagi, angka obesitas dan diabetes yang diderita oleh anak-anak Indonesia kini kian bertambah. Kandungan gula tambahan ini ditemukan dalam produk susu Dancow dan Cerelac.

"Kenapa Cerelac dan Nido (Dancow)? Keduanya adalah merek utama Nestle. Cerelac adalah cereal bayi yang terjual lebih dari 1 miliar tahun lalu dan Nido adalah susu pertumbuhan populer di dunia dan terjual lebih dari 1 miliar di dunia," kata Laurent Gaberell.

Viagra Juga Bisa Obati Pasien Demensia Vaskular

Mengetahui hal ini, sebuah petisi menuntut agar Nestle mengakhiri standar ganda yang tidak dapat dibenarkan dan berbahaya ini, di mana hal ini dapat berkontribusi terhadap peningkatan angka obesitas dan menyebabkan anak-anak mengembangkan preferensi seumur hidup terhadap produk-produk makanan dan minuman manis.

"Gula itu sangat berbahaya terutama bagi generasi kita karena begitu dikonsumsi, gula diserap ke darah dengan cepat. Kadar gula yang tinggi bisa meningkatkan adrenalin pada anak sampai menimbulkan risiko diabetes," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Dr. Hj. Arzeti Bilbina, S.E., M.A.P, dalam media briefing bersama Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia secara daring, Rabu 22 Mei 2024.

Orang tua disarankan untuk tidak membiasakan anak-anak mengonsumsi makanan manis karena akan membuat mereka ketagihan hingga ingin memakannya terus menerus. Akibatnya, anak jadi kelebihan gula yang efek sampingnya tidak baik bagi kesehatan, mulai dari meningkatkan adrenalin, kelebihan gula darah, kegemukan dan kerapuhan tulang, hingga kemungkinan kanker yang meningkat karena kondisi obesitas.

Ketika tambahan gula ini ternyata ditemukan dalam produk makanan dan susu anak, maka akan semakin meningkatkan peluang banyaknya anak Indonesia yang menderita obesitas, diabetes, atau penyakit membahayakan lainnya di masa depan.

"Anak-anak biasanya lebih mudah ketika makan dan minum yang ada rasa-rasa, misalkan dari gula. Karena dibiasakan, akhirnya mereka terbiasa ketika konsumsi makanan harus ada rasa. Padahal kalau dari kecil dikasih yang murni, mereka akan sehat," kata Arzeti Bilbina.

Lebih lanjut, Arzeti Bilbina meminta agar pemerintah lebih memperhatikan pemasaran produk makanan bayi dan anak ini. Sebab, kandungan gula tambahan itu ternyata tidak tercantum di tabel informasi nilai gizi yang terdapat di kemasannya.

"Saya selaku ibu dan yang duduk di Komisi IX, membicarakan pelayanan masyarakat. Kami mendesak pemerintah kalau tahu ada produk yang mengandung gula tinggi dan tidak mencantumkan komposisinya sebagai informasi pada masyarakat. Kita bisa minta pada BPOM atau pemerintah untuk dilakukan penarikan dari pasar," kata Arzeti Bilbina.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya