IDAI Tegas Tolak LGBT Anak: Semua Agama Resmi Menolak

Ilustrasi LGBT
Sumber :
  • Pixabay/ Wokandapix

VIVA Lifestyle – Kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) semakin luas peredarannya melalui berbagai unsur, termasuk tayangan kartun anak yang sempat menghebohkan jagat maya beberapa waktu lalu. Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI menolak tegas hal itu dan mengklaim bahwa konten tersebut tak sesuai nilai moral dan agama.

Bukan Hanya Mengedukasi, Tempat Ini Buat Nyaman Anak dan Orangtua

Ketua Pengurus Pusat IDAI Dr. Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) menegaskan bahwa ada nilai-nilai sendiri yang dianut masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah dasar Pancasila dengan menganut sila pertama merujuk pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Scroll untuk informasi selengkapnya.

"Jadi saya kira pandangan IDAI tegas bahwa kita menganut falsafah negara kita Pancasila, menganut budaya ketimuran, dan sesuai dengan pendapat semua agama besar di Indonesia bahwa LGBT tidak sesuai," ujarnya dalam webinar bertajuk "Mendidik Remaja yang Kuat Secara Mental dan Sosial", baru-baru ini.

Lama Sendiri, Cathy Sharon Bicara Kriteria Pasangan

Dokter Piprim juga menegaskan bahwa dasar Pancasila itu seharusnya membuat masyarakat memahami semua sikap harus merujuk pada ketetapan Tuhan Yang Maha Esa. Piprim mengatakan bahwa agama apa pun di Indonesia juga tak ada yang menyetujui LGBT itu sendiri.

Terpopuler: Mitos Tentang Masturbasi Hingga Tips Memilih Camilan Sehat

"Kita ada nilai-nilai sendiri, kita ada dasar Pancasila di mana sila pertama Ketuhanan Maha Esa. Semua agama resmi menolak LGBT," tambah Piprim.

Selain itu, dokter Piprim memberi pandangan bahwa LGBT secara sosial masyarakat pun sulit diterima. Bukan tanpa alasan, dokter Piprim menyebut bahwa kampanye LGBT tak sesuai kodrat manusia. Bahkan, dokter Piprim memandang hal serupa pada konsep childfree yang juga ramai digaungkan.

"Kalau kita perhatikan secara sosiologi, mau jadi apa masa depan kita, negara ketika mayoritas penduduknya LGBT? Itu akan punah, nggak akan ada lagi yang punya anak. Yang childfree aja bisa membuat populasi menurun," tegasnya

Senada dengan dokter Piprim, Ketua Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Rodman Tarigan SpA(K), M.Kes menjelaskan bahwa konten LGBT seharusnya diperhatikan orangtua agar selalu menyaring tontonan anak. Rodman mengatakan bahwa nilai LGBT itu sendiri sebagai penyimpangan orientasi seksual. Maka, peran orangtua patut dilakukan di fase ini.

"Di sinilah peran kita, peran orangtua untuk membimbing, menjaga pergaulan dia di sekolahnya, apalagi ketika masuk fase remaja," katanya.

Ribuan orang tumplak atau berkumpul dan memenuhi GOR Haji Agus Salim di Sumbar untuk Deklarasi Padang Anti-Maksiat dan menolak LGBT pada 18 November 2018. (Foto Ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

Pada dasarnya, Rodman menyebutkan di mana identitas gender anak dapat terbentuk ketika usia 3 tahun. Di fase ini, penting bagi orang tua memberi arahan akan gender dan identitas diri anak.

Rodman menjelaskan bahwa identitas gender pada anak sudah mulai terbentuk pada usia 3 tahun. Pada tahap pertumbuhan ini, anak-anak sudah memiliki pemahaman awal mengenai apakah mereka laki-laki atau perempuan.

"Gender itu sudah terbentuk usia 3 tahun. Anak udah tahu aku laki atau perempuan. Kenapa bisa berubah? Lingkungan. Dari beberapa jurnal, LBGT dijadikan sebagai gaya hidup," terangnya.

Rodman mengatakan agar orangtua dapat mengenali lingkungan sekitar anak agar tak terpengaruh kampanye LGBT ini. Dengan begitu, fase remaja anak memang fase paling kritis untuk terus mendapat bimbingan dan pantauan orang tua agar anak tak salah mendapatkan identitas

"Ketika masuk fase remaja usia 10 sampai belasan tahun itu adalah fase kritis di mana mereka pada usia 10 tahun tersebut mereka akan mencari identitasnya," tambahnya.

"Peran terpenting ada di keluarga tapi banyak remaja mencari solusi bukan dari orangtua tapi dari teman dan media yang belum tentu benar semua," tandas Rodman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya