Candi Muara Takus, Wisata di Riau Kaya Nilai Sejarah

Candi Muara Takus
Sumber :
  • Batiqa

VIVA – Riau ternyata menyimpan salah satu bukti peninggalan bersejarah agama Buddha di tanah air, yaitu Candi Muara Takus. Lokasinya terletak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Situs bersejarah ini merupakan salah satu bukti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di masa lampau. Situs Candi Muara Takus dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm, di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer, mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir Sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi sulung /tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.

Kapolda Riau dan Anak Buah Beri Rasa Aman dan Nyaman Pemudik saat Arus Balik, Begini Caranya

Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7, abad ke-9 bahkan pada abad ke-11. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya, sehingga beberapa sejarahwan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan dari kerajaan Sriwijaya.[1][2]

Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. Berikut ulasan mengenai Candi Muara Takus sebagai saksi sejarah Provinsi Riau akan menambah wawasan Anda sebagai berikut.

Kinerja Irjen Iqbal dan Anak Buah Buat Aman Riau Dapat Apresiasi MUI

Latar Belakang

Candi merupakan bangunan suci yang berkembang pada masa Hindu-Buddha. Bangunan suci ini dibuat sebagai sarana pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha. Agama Hindu dan Buddha berasal dari India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep tentang air suci. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam pembangunan maupun pemeliharaan dan kelangsungan hidup bangunan itu sendiri.

Polisi Musnahkan 19 Ribu Lebih Mangga Dari Malaysia, Ini Alasannya

Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci. Maka dalam usaha pendirian bangunan suci para seniman bangunan selalu memperhatikan potensi kesucian suatu tempat di mana akan didirikan bangunan tersebut.

Agar tetap terjaga dan terpeliharanya kesucian suatu tempat, maka harus dipelihara daerah sekitar titik pusat bangunan atau Brahmasthana serta keempat titik mata angin di mana dewa Lokapala (penjaga mata angin) berada untuk melindungi dan mengamankan daerah tersebut sebagai Wastupurusamandala yaitu perpaduan alam gaib dan alam nyata. Kemudian dilakukan berbagai upacara untuk mensucikan tanah tersebut.

Dalam hal ini air sangat berperan selama upacara berlangsung, karena air selain mensucikan juga untuk menyuburkan daerah tersebut. Sehingga dalam upaya pendirian suatu bangunan suci, selain potensi kesucian tanah yang perlu diperhatikan adalah keberadaan atau tersedianya air di daerah tersebut. Hal ini sama dengan konsep kebudayaan India yang menyatakan bahwa keberadaan gunung meru sebagai tempat tinggal para dewa dikeilingi oleh tujuh lautan. Maka secara nalar dan umun dapat diketahui bahwa pendirian sebagian besar bangunan suci tempatnya selalu berada di dekat air.

Keadaan geografis wilayah Sumatra yang memiliki aliran sungai yang besar sangat mendukung konsep dari kebudayaan India tersebut. Dengan adanya aliran sungai besar tersebut air dengan mudah didapat untuk keperluan dari upacara ritual. Selain faktor air, faktor ekonomi juga dapat melatarbelakangi berdirinya suatu bangunan suci. Aliran sungai di Sumatra pada masa lampau merupakan jalur transportasi untuk perdagangan. Pada awalnya jumlah pedagang yang datang sedikit. Namun lama kelamaan karena menunggu waktu yang tepat untuk berlayar maka mereka bermukim di sekitar daerah tersebut. Maka diperlukanlah tempat peribadatan untuk umat beragama, dan didirikanlah bangunan suci.

Karena tidak mungkin berdirinya suatu bangunan sakral atau candi tanpa didukung masyarakat pendirinya demi kelangsungan hidup bangunan suci tersebut. Maka seirama dengan tumbuh dan pesatnya perdagangan di suatu tempat pada umumnya akan muncul pula bangunan-bangunan suci atau candi untuk digunakan sebagai tempat menjalankan upacara ritual oleh para pelaku ekonomi tersebut yang telah mengenal magis terhadap bangunan candi, berperan dalam fungsi perkembangan sosial/ekonomi dan perdagangan.

Faktor kekuasaan juga berpengaruh dalam pembangunan suatu candi. Suatu kerajaan yang berhasil menaklukkan suatu wilayah, tentunya terdapat tinggalan yang dapat menggambarkan ciri khas suatu kerajaan tersebut. Tinggalan tersebut dapat berupa prasasti maupun candi.

Arsitektur

Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru. Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
  2. Stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tetapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
  3. Stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.

Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tetapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.

Arsitektur

Bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk candi ini memiliki kesamaan dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada periode Ashoka, yaitu stupa yang memiliki ornamen sebuah roda dan kepala singa, hampir sama dengan arca yang ditemukan di kompleks Candi Muara Takus.

Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau aspek ‘terang’ yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’. Dalam ajaran agama Budha motif hiasan singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari julukan yang diberikan kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’ (simhanada) yang terdengar keras di seluruh penjuru mata angin.

Dalam naskah Silpa Prakasa dituliskan bahwa terdapat empat tipe singa yang dianggap baik, antara lain:

  • Udyat?: singa yang digambarkan di atas kedua kaki belakang, badannya dalam posisi membalik dan melihat ke belakang. Sikap ini disebut simhavalokana.
  • J?grata: singa yang digambarkan dengan wajah yang sangat buas (mattar?pina). Ia bersikap duduk dengan cakarnya diangkat ke atas. Sering disebut khummana simha.
  • Udyat?: singa yang digambarkan dalam sikap duduk dengan kaki belakang dan biasanya ditempatkan di atas suatu tempat yang tinggi. Terkenal dengan sebutan jhmpa-simha.
  • Gajakr?nta: singa yang digambarkan duduk dengan ketiga kakinya di atas raja gajah. Satu kaki depannya diangkat di depan dada seolah-olah siap untuk menerkam. Singa ini disebut simha kunjara.

Asal Usul Nama Candi Muara Takus

Ada dua pendapat mengenai asal usul nama Candi Muara Takus. Pendapat pertama menyatakan bahwa nama Takus berasal dari salah satu anak sungai yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa nama Takus berasal dari bahasa China. Ta yang artinya besar, Ku artinya tua, dan Se artinya candi atau kuil. Berdasarkan keseluruhan arti tersebut, dalam Bahasa Cina nama tersebut bisa diterjemahkan sebagai candi tua yang besar dan terletak di sekitar muara sungai.

Mengenal Sejarah Candi Muara Takus

Candi Muara Takus merupakan candi peninggalan agama Buddha. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan stupa yang merupakan ciri khas candi-candi Buddha. Namun, ada pula yang menyatakan bahwa candi kebanggaan Riau ini adalah hasil perpaduan budaya Hindu-Buddha. Karena ada bagian candi yang menyerupai mahligai, berupa kelamin laki-laki (lingga) dan kelamin perempuan (yoni).

Bangunan utama pada Candi Muara Takus dikenal dengan nama Candi Tuo. Candi terbesar ini memiliki ukuran 32,8 meter kali 21,8 meter. Bangunannya terbuat dari campuran batu, pasir, dan batu bata yang dicetak. Sedangkan bangunan kedua pada kompleks candi ini disebut Candi Mahligai. Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 meter kali 10,6 meter. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah menara berbentuk mirip yoni dengan tinggi mencapai 14,3 meter. Selain kedua candi besar tersebut, ada dua candi lainnya yang bernama Candi Palangka dan Candi Bungsu. Anda dapat mengunjunginya dengan mudah karena keempat candi tersebut berada di kawasan yang sama.

Peninggalan Besar dari Kerajaan Sriwijaya

Masyarakat Riau meyakini bahwa Candi Muara Takus adalah salah satu bangunan bersejarah peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang fungsinya sangat penting di masa lampau. Konon, candi tersebut pernah menjadi pusat peradaban dan tempat untuk ritual keagamaan. Anggapan tersebut masih sering menimbulkan perdebatan di kalangan para peneliti dan sejarawan. Karena Kerajaan Sriwijaya terletak di Palembang dan jauh dari kawasan Riau.

Akses Menuju ke Candi Muara Takus

Candi yang satu ini terletak di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau. Letak candi yang agak jauh dari ibu kota Pekanbaru membuat Anda harus menyisihkan banyak waktu bila ingin berkunjung. Anda butuh waktu kurang lebih tiga hingga empat jam dari Pekanbaru untuk sampai ke Candi Muara Takus.

Alangkah lebih baik bila Anda memulai perjalanan sejak subuh supaya bisa tiba di Candi Muara Takus sebelum siang. Pemandangan candi di pagi hari sangat indah. Sedangkan pada siang dan sore hari cuacanya cukup terik dan sering mengalami hujan. Jika ingin mengabadikan keindahan candi ini, sebaiknya Anda membawa kamera profesional dengan lensa wide untuk mengambil footage secara luas.

Jangan sampai Anda lupa mengunjungi Candi Muara Takus saat berada di Riau. Bukan hanya keindahan Kota Pekanbaru yang patut Anda nikmati selama berlibur. Candi Muara Takus juga menjadi salah satu destinasi wisata istimewa yang menantikan kedatangan Anda.

Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali

Tranportation Ministry Cuts Down International Airport

The Transportation Ministry issued Ministerial Decree No. 31/2024 on the Designation of International Airport on April 2, 2024. 

img_title
VIVA.co.id
28 April 2024