- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Dinamika politik masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 terus diwarnai propaganda dua kubu yang bersaing memperebutkan takhta kursi RI-1. Tak hanya tim pemenangan, dua pasangan calon dan wakil presiden pun saling merespons dengan pernyataan yang memantik kontroversi.
Terbaru adalah ucapan cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin yang membalas kritikan kubu rival dengan menyebut istilah buta dan budek. Pernyataan ini disampaikan Ma'ruf karena lawan politik sering menyerang dengan tak mengakui keberhasilan era pemerintahan Jokowi.
Pernyataan Ma'ruf saat acara menemui relawan pendukung tiga hari lalu itu pun langsung menjadi gorengan politik. Pihak lawan menyindir Ma'ruf tak peka terhadap kaum disabilitas.
Tak hanya itu, kritikan untuk Ma'ruf juga muncul dari pihak yang mengklaim perwakilan kaum difabel. Mereka pun menyuarakan protes imbas ucapan mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Barisan oposisi disampaikan Wakil Ketua Umum Gerindra yang juga bagian Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon. Menurut dia, ucapan Ma'ruf bisa menjadi bola panas karena menyinggung penyandang difabel.
Seharusnya, kata dia, Ma'ruf sebagai cawapres bisa lebih peka dengan tak menyinggung yang bersifat kekurangan fisik. Kepekaan ini secara bijak tak menggunakan istilah yang berpotensi kontroversi.
"Saya kira harus dihindari lah hal-hal ini. Jangan melakukan suatu political labeling. Harus hindarilah kata budek, buta, dan sebagainya itu," kata Fadli Zon di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 12 November 2018.
Baca: Ucapan Lengkap Ma'ruf Amin soal Pengkritik Jokowi Buta dan Budek
Suara pembelaan datang dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin. Direktur Relawan TKN Jokowi-Ma'ruf, Maman Imanulhaq mengatakan tak ada maksud Ma'ruf untuk menyinggung kaum difabel. “Itu cuma kiasan. Enggak ada maksud menyinggung. Jadi, jangan dibesar-besarkan lah,” ujar Maman kepada VIVA, Senin, 12 November 2018.
Maman menekankan, ucapan Ma'ruf hanya bermaksud menyindir kubu lawan yang tak mau mengakui secara positif keberhasilan pemerintahan Jokowi. Ia menekankan, selama empat tahun era Jokowi, sudah ada keberhasilan namun selalu dipandang negatif oleh kubu oposisi.
"Bagaimana menjelaskan agar bisa diterima. Jangan tutup mata dengan yang bagus di era Jokowi," tutur Maman yang juga politikus PKB itu.
Baca: Sebut Buta dan Budek, Ma'ruf Dinilai Cederai Penyandang Disabilitas
Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengkritik ucapan Ma'ruf yang terkesan emosional. Dalam kampanye, seharusnya kubu petahana cukup dengan strategi mengklaim keberhasilan dan bertahan tanpa perlu menyerang berlebihan.
"Tapi, petahana ini terlalu merespons attack sekali. Emosional ini, balasannya tidak positif. Tidak perlu sampai berkata itu," ujar Hendri kepada VIVA, Senin, 12 November 2018.
Hendri melihat pasangan nomor urut 01 itu terjebak dengan membalas dengan istilah yang kurang positif. Menurutnya, diksi buta, budek, sontoloyo, sampai genderuwo tak layak disampaikan seorang capres atau cawapres.
"Ini kan biasa kritikan di negara demokrasi. Cukup defense dan klaim keberhasilan, kan ada juga figur yang berhasil tapi enggak mau ngomong," tuturnya.
Negarawan dan Pengayom
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menyinggung agar dua pasangan kandidat menghindari istilah tak penting dan tak ilmiah. Menurutnya, dalam kampanye semestinya, dua pasangan yang bersaing ini bisa memperlihatkan sikap mengayomi.
"Bicara budek, buta disayangkan lah keluar dari cawapres. Harusnya ini cukup di level tim sukses lah. Capres, cawapres itu harus negarawan, hindari diksi gaduh, kotor berpotensi bikin ramai," tutur Adi kepada VIVA, Senin, 12 November 2018.
Adi menekankan, dua kandidat pasangan harus bisa menyampaikan program positif secara substansi. Bukan perang pernyataan yang justru jadi gaduh. Ia menyebut seperti misalnya persoalan ekonomi yang menjadi panggung dua pasangan beradu konsep.
"Jangan remeh temeh diksi ini yang dimakan publik. Bagaimana misalnya isu tempe setipis ATM. Kubu Jokowi respons pakai data. Kalau begini kan mendingan," kata Adi.
Baca: Kubu Jokowi-Ma'ruf: Kaum Buta dan Budek Ada di Alquran
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan, agar tak semakin liar, ada baiknya Ma'ruf Amin langsung memberikan klarifikasi. Menurutnya, tak ada salahnya bila Ma'ruf berkenan menyampaikan permohonan maaf. Ia khawatir ucapan Ma’ruf menjadi bola panas karena membuat kaum difabel tersinggung.
"Jika pertanyaan tersebut mengganggu dan mengusik ketenangan masyarakat. Tidak ada salahnya meminta maaf," ujar Ujang kepada VIVA, Senin, 12 November 2018.
Dia menambahkan, ke depan, seharusnya ada aturan yang ditetapkan lembaga penyelenggara pemilu agar pasangan calon yang bersaing bisa bijak menyampaikan ucapannya selama kampanye. Bagi dia, maraknya perang diksi mulai tampang Boyolali, politik genderuwo, sampai budek, buta memperlihatkan kontestasi Pilpres 2019 masih pada level demokrasi rendah.
"Belum memperlihatkan kampanye yang adu ide dan gagasan dan juga adu visi misi serta program-program terbaik," ujar Ujang.
Baca: SBY Serukan Jokowi dan Prabowo Adu Ide Program
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengimbau dua pasangan capres dan cawapres yang bersaing mestinya mengedepankan adu gagasan program. SBY menyebut dua pasangan capres-cawapres dan para elite dua tim pemenangan harus bisa memberikan contoh untuk rakyat.
Dia mencontohkan kasus yang bisa ditawarkan dua paslon untuk negara dan rakyat bisa dilakukan di bidang ekonomi, kesejahteraan, hukum, pertahanan dan ketahanan.
"Ketimbang tanpa disadari yang mengemuka (saat ini) adalah dieksploitasinya perbedaan identitas, perbedaan ideologi dan perbedaan paham, itulah seruan moral dari partai Demokrat demi kecintaan bangsa tercinta," kata SBY saat memberi pembekalan kepada seluruh caleg DPR Partai Demokrat di Hotel Sultan Jakarta Selatan, Sabtu 10 November 2018.