SOROT 530

Sampah Plastik yang Mengerikan

Ilustrasi sampah plastik
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

VIVA – Sampah plastik yang semakin menggila di Indonesia menyentak publik. Kematian paus Sperma di perairan Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dengan enam kilogram sampah di dalam perutnya seperti membangunkan kesadaran. Sampah plastik semakin masif dan mengerikan.

Upaya Mahasiswa Kurangi Sampah Plastik, Kompak Lakukan Ini

Jenis Paus yang terdampar merupakan Paus Sperma (Physeter macrocephalus). Berukuran panjang kurang lebih 950 cm dan lebar ±437 cm. Hewan mamalia itu ditemukan sudah dalam keadaan mati dan membusuk. Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi Heri Santoso belum bisa memastikan apakah sampah dalam perut yang menyebabkan paus tersebut mati. Tapi ia merincikan, apa saja yang ditelan paus tersebut dan tak bisa diurai oleh pencernaannya.

Hasil identifikasi isi perut paus yang dilakukan di kampus AKKP Wakatobi menemukan sampah plastik dengan komposisi gelas plastik 750 gr atau 115 buah, plastik keras 140 gr atau 19 buah, botol plastik 150 gr atau 4 buah, kantong plastik 260 gr atau 25 buah, serpihan kayu 740 gr atau 6 potong, sandal jepit 270 gr atau 2 buah, karung nilon 200 gr atau 1 potong, dan tali rafia 3.260 gr atau lebih dari 1.000 potong. "Adapun total berat basah sampah 5,9 kg," ujar Heri.

Fokus Gencarkan Daur Ulang Sampah

Bayangkan, enam kilo sampah dengan sedikitnya 115 gelas plastik, dan 25 buah kantong plastik berada di dalam perut paus malang tersebut.

Bangkai paus sperma yang terdampar di Taman Nasional Wakatobi

Audit Sampah Sungai Watch Dinilai Tidak Merepresentasikan Kondisi di Indonesia 

Paus Sperma terdampar di Taman Nasional Wakatobi

Sampah di perairan Indonesia memang kian memprihatinkan. Pemerhati lingkungan perairan di Australia, Ocean Crusaders pernah membuat daftar peringkat negara-negara yang mencemarkan laut dengan sampah plastik terbanyak. Paling atas diduduki China, disusul Indonesia dan Filipina. Dari data mereka ditemukan jumlah sampah plastik yang tidak dikelola dengan benar di Indonesia mencapai lebih dari 3 ton metrik per tahunnya. Sebuah penelitian lain yang dirilis University of Georgia menyebutkan, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara penyumbang sampah plastik terbanyak ke laut dengan perkiraan 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun.

Bulan Juni 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga pernah mengeluarkan rilis soal sampah plastik yang terus menimbun. Dalam rilisnya, Kementerian LHK mengatakan, timbunan sampah plastik di Indonesia diperkirakan mencapai 24.500 ton per hari atau setara dengan 8,96 juta ton per tahun. Data KLHK di bulan tersebut menyebutkan, kurang lebih 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah itu, hampir 95 persen menjadi sampah. Kondisi ini sangat berbahaya, karena sampah plastik butuh ratusan tahun untuk terurai ke lingkungan.

Pemakaian plastik sebagai benda yang mudah, murah, dan praktis memang menggila. Pemakaian plastik yang tak terkendali hingga menghasilkan sampah mulai diakui kementerian dan pemerintah kota. Di ibu kota saja, dari 7.000 ton sampah yang dihasilkan warga Jakarta per hari, jumlah sampah plastiknya bisa mencapai 1.900 hingga 2.400 ton. Kenyataan itu membuat Provinsi DKI Jakarta menempati posisi kedua daerah yang memproduksi sampah plastik terbesar di perairan Indonesia.

Sorot sampah plastik

Sementara di Depok, jumlah sampah plastik disebut mencapai 100 ton per hari. Dari jumlah itu, 200 kilogram di antaranya adalah plastik kemasan atau sachet, sedangkan jumlah sampah plastik kresek mencapai dua ton.

Kepala Bidang Kebersihan DLHK Kota Depok Iyay Gumilar mengatakan, tidak semua sampah plastik itu masuk ke Tempat Pembuangan Akhir Cipayung, sebab ada sampah plastik yang diolah oleh bank sampah. "Hanya residu saja yang masuk ke TPA," ujarnya pada Selasa, 4 Desember 2018.

Tak jauh dari Depok dan Jakarta, Kota Bogor juga sudah ikut resah. Berbarengan dengan pemberlakukan aturan Botak, atau Bogor Tanpa Plastik, Wali Kota Bogor Bima Arya kepada VIVA mengatakan, saat ini di Bogor ada 650 ton sampah per hari. Lima persennya, atau sekitar 3,25 ton sampah kota tersebut adalah plastik dan 1,7 tonnya merupakan sampah plastik dari pusat belanja modern. Bima berharap, dengan melarang pengusaha ritel memberikan plastik ke pembeli, maka penggunaan di kota Bogor plastik kresek bisa terus menurun.

2025, Kurangi 70 Persen

Pemerintah memilih bertindak. Kesadaran ledakan sampah plastik dan bahayanya terhadap lingkungan sudah setahun lalu disikapi dengan mengeluarkan Perpres Nomor 97 tahun 2017 itu Kebijakan Nasional dan Strategi Pengelolaan Sampah.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk menanggulangi sampah plastik di laut pada 23 Februari 2017. Rencana tersebut berisi berbagai strategi dan rencana konkrit di darat, di wilayah pesisir, dan di laut. Anggaran yang disiapkan juga besar, Rp13 triliun per tahun. Menko Kemaritiman yakin, dukungan pembiayaan ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam merealisasikan program nasional Indonesia bebas sampah. Targetnya pada akhir 2025, pemerintah akan mengurangi 70 persen sampah plastik.

Imbauan pemerintah diikuti jajaran kementerian lainnya. Komitmen untuk menjaga kelestarian biota laut dari serangan sampah plastik juga disampaikan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Junaidi, dalam agenda The First High-Level Regional Meeting of Marine Environment Protection of South East Asia Seas Project di Bali pada Juni lalu menyampaikan komitmennya. 

"Salah satu program Indonesia terkait lingkungan maritim adalah untuk mengurangi sampah plastik. Hingga 2025 Indonesia berkomitmen untuk mampu menurunkan 70 persen sampah di perairan," kata Junaidi di Bali, 25 Juni 2018.

Langkah lebih serius dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada 19 Agustus lalu, Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengadakan acara "Menghadap Laut". Acara ini bagian dari program bersih-bersih laut yang dicanangkan kementerian tersebut. KKP bertekad terus mengurangi sampah di perairan Indonesia. Tak hanya laut, tapi juga sungai dan danau. Selain itu, Susi juga memberlakukan denda sebesar Rp500 ribu bagi pegawai KKP yang ketahuan membawa botol air mineral ke kantor.

Lautan Sampah Di Muara Kali Sentiong

Lautan sampah di Muara Kali Sentiong

Kematian paus dengan enam kilogram sampah di dalam perutnya ternyata juga mampu membuat Kementerian Dalam Negeri tergerak. Kemendagri segera mengeluarkan edaran untuk ikut mereduksi penggunaan plastik. Mendagri Tjahjo Kumolo meminta kepada semua jajaran Kemendagri dan BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan), segera setop minum kemasan plastik dan sedotan plastik di lingkungan kantor.

"Setop penggunaannya di lingkungan kantor dan di acara apa pun," kata Tjahjo di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Senin 3 Desember 2018.

Bahkan ia menginstruksikannya dengan memasang pelarangan secara terbuka. "Pasang poster spanduk di semua sudut tempat. Tempat jual makan di lingkungan kantor," katanya menambahkan.

Sayangnya, apa yang disampaikan Tjahjo baru sebatas imbauan. Tak ada sanksi yang diberlakukan jika terjadi pelanggaran.

Kampanye untuk terus mengurangi sampah plastik sudah lama bergema. Tapi bukannya berkurang, plastik di negeri ini malah terus meningkat penggunaannya. Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengakui, trend komposisi sampah plastik meningkat dengan tajam. Jika 1995 komposisi sampah plastik dari semua sampah cuma 9 persen, tahun 2005 naik menjadi 11 persen. Dan, sepuluh tahun berikutnya naik menjadi 16 persen.

"Jadi kalau kita mau buat modelnya, nanti di tahun 2035 sampah plastik kita  bisa mendekati angka 50 persen," tuturnya kepada VIVA, Rabu, 5 Desember 2018.

Ia juga mengatakan, dari 8,96 juta ton sampah plastik per tahun, baru 11 persen sampah plastik yang bisa didaur ulang.

Kebutuhan akan plastik memang sulit dinafikan. Meski kecaman dan ancaman sudah di depan mata, faktanya produksi plastik di Indonesia masih tinggi. Sekjen Indonesian Olefin & Plastic Industry Association atau Inaplas Fajar Budiono, mengatakan kebutuhan plastik di Indonesia per tahun mencapai 5,8 juta ton. Jumlah itu belum terpenuhi oleh produsen di dalam negeri hanya 50 persen atau sekitar 2,4 juta ton. Sisanya dipenuhi oleh daur ulang sebesar 1,8 juta ton dan 600.000 ton lainnya dipenuhi impor.

"Dari 5,8 juta ton produksi, 60 persen di antaranya adalah untuk packaging, ada lagi untuk building material, pipa kusan karpet, itu kira-kira 20 persen. Otomotif 15 persen, kemudian, yang lain-lain 5 persen," ujarnya kepada VIVA, Rabu 5 Desember 2018.

Salah Kaprah

Dampak kerusakan yang dihasilkan dari sampah plastik sudah lama meresahkan LSM pegiat isu lingkungan. Mereka meminta pemerintah Indonesia serius menangani penggunaan plastik dan pengelolaan sampahnya.

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Khalisah Khalid meminta, pemerintah sangat serius menghadapi kerusakan yang disebabkan sampah plastik. "Sejak dari hulunya, plastik itu merusak lingkungan. Karena bahan bakarnya dari minyak yang itu membongkar perut bumi," ujarnya kepada VIVA, Rabu, 5 Desember 2018.

Walhi bahkan mendorong untuk sama sekali menghentikan penggunaan plastik. Plastik, bukanlah "bahan pokok" bagi kehidupan. Dan banyak alternatif dari plastik yang bisa digunakan dan itu sesungguhnya telah lama dipraktikkan orang tua zaman dulu. Karena plastik sangat sulit terurai. Jika ada di laut plastik akan mengancam biota laut.

"Selain hewan yang mati dan ditemukan plastik di dalam perutnya, juga dampak ujungnya ketika laut tercemar juga pada manusia, karena sumber pangan kita juga berasal dari laut," ujarnya memaparkan.

Bahkan ketika dibakar, meski dengan teknologi seperti incinerator, itu akan berbahaya bagi manusia dari pencemaran udaranya.

Video sampah plastik di bawah laut Bali.

Sampah plastik di laut Bali

Dorongan Walhi untuk menghentikan penggunaan plastik juga disepakati Green Peace. Menurut juru kampanye urban Green Peace, Muharram Atha Rasyadi, penggunaan plastik, terutama plastik sekali pakai harus dikurangi secara signifikan. Semua sektor perlu menanggapi permasalahan ini dengan serius dan mengambil peran dalam penyelesaiannya. Inisiatif pihak swasta seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang.

Perlu dingat, ujar Atha, bahwa tingkat daur ulang pun masih rendah sekali, hanya 9 persen secara global. Pemerintah perlu membuat regulasi yang fokus pada pengurangan (reduksi) dan menunjangnya dengan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional. Terakhir, masyarakat juga harus lebih sadar akan permasalahan dan ancaman yang nyata ini.

"Bila tidak bertindak sesegera mungkin, akan semakin banyak kehidupan satwa yang terancam oleh keberadaan sampah plastik," ujarnya menegaskan.

Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengajak publik memiliki sudut pandang berbeda soal sampah plastik. Menurutnya, problem sampah plastik bukanlah tentang barangnya. Tapi masalah orangnya, atau manajemennya. Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah saat ini salah kaprah, sebab yang diberlakukan oleh pemerintah bukan aturan yang pro industri. Sebab, sampai sekarang pengganti plastik belum ada. Jadi harus dipikirkan pengelolaan sampahnya, misalnya dulu ada bank sampah, meski kemudian mati. Menurut Fajar, kebutuhan publik dipenuhi oleh industri, jadi pengelolaan sampah plastik sebaiknya dilakukan tanpa merugikan industri.

Fajar dan sejawatnya di Inaplas mengaku sudah membuat sistem yang namanya Masar atau manajemen sampah zero waste. Asosiasi sendiri sudah membuat sistem bernama Masaro (manajemen sampah zero). Itu sudah diterapkan di beberapa tempat. Kalau sistem itu berhasil, pihaknya akan menerapkan di Pemda-pemda, di antaranya Pemda Riau, Wonosobo  dan menyusul provinsi lainnya.  

"Jadi sampah itu yang tadinya 'kumpul angkut buang', kita ubah jadi 'pilah angkut proses'. Itu nanti akan menghidupkan bank sampah, pemulung, Industri recycle plastik, terus mengurangi timbunan sampah yang ada. Karena sudah selesai di sumbernya. Tentu ada efek ekonominya," ujar Fajar dengan optimis.

Daur ulang sampah plastik

Daur ulang sampah plastik

Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar juga mengatakan, pengelolaan sampah plastik idealnya dilakukan dari hulu ke hilir. Mulai dari sampah rumah tangga, hingga pembuangan akhir. Idealnya sampah plastik tidak boleh sampai ke TPA, apalagi sampai ke perairan. Sampai plastik yang sampai TPAA, sampai 100 tahun tidak akan terurai. Penanganan minimal yang harus dilakukan adalah recycle. "Paling tinggi yang bisa kita lakukan adalah membatasi penggunaan plastik," ujarnya.

Aksi pemerintah dan LSM untuk terus mereduksi sampah plastik dan mengurangi hingga 70 persen di tahun 2025 tak bisa berjalan sendiri. Publik perlu disertakan untuk ikut ambil bagian. Membangun kesadaran betapa mengerikannya menghadapi kematian hewan laut karena menelan gelas dan botol air mineral, juga kantong kresek, bisa dijadikan cara untuk membangkitkan keinginan untuk melakukan sesuatu, yaitu menjaga keselaran alam dengan menghentikan masifnya penggunaan plastik. (umi)

Baca Juga

Jenis Plastik dan Bahayanya

Perang Melawan Sampah Plastik

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya