Dua Sisi Sampah Plastik, Ramah Kantong tapi Tidak untuk Kesehatan

Pencemaran sampah plastik.
Sumber :
  • VIVA/Syahdan Nurdin

VIVA Tekno – Masyarakat Indonesia sangat familar dengan pemakaian produk dalam kemasan sachet dan pouch. Sayangnya, dua kemasan ini berkontribusi pada meningkatkan jumlah sampah plastik sekali pakai di Indonesia.

Menciptakan Produk Berkelanjutan Bukan soal Ramah Lingkungan Saja

Rata-rata satu orang di Indonesia dapat mengkonsumsi 4 kg sampah sachet per tahun, dengan konsumsi paling banyak dari produk makanan dan minuman instan.

Jika konsumsi masyarakat terhadap produk dalam kemasan sachet dan pouch tidak diintervensi, maka sampah yang dihasilkan keduanya bisa mencapai 1,1 juta ton pada 2030.

Presdir P&G: Konsumen Adalah Bos

Sistem guna ulang menjadi salah satu solusi untuk dapat menggantikan kemasan sachet dan pouch dalam konsumsi masyarakat.

Informasi saja, sachet dan pouch merupakan dua jenis kemasan berbahan dasar plastik yang cukup luas digunakan di Indonesia, khususnya untuk barang-barang konsumen yang bergerak cepat (fast-moving consumer goods/FMCG).

Genjot Inovasi, KIIP Tegaskan Penuhi Standar Tertinggi Kemasan Produk untuk Konsumen

Penggunaan sachet dan pouch dalam jumlah besar ini, hampir mustahil untuk dikumpulkan dan didaur ulang, sehingga mengakibatkan pencemaran plastik yang sangat besar, dan mengakibatkan pencemaran plastik dan mempercepat laju krisis iklim.

Diperkirakan sebesar 38 persen sampah plastik di Indonesia tidak ditangani dengan baik, yang mencakup pembakaran di ruang terbuka sebesar 47 persen, 6 persen dikubur, serta sebanyak 5 persen sampah plastik dibuang ke badan air.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sampah sachet yang melewati proses pembuangan ke tempat penampungan akhir serta didaur ulang hanya sebesar 36 persen, sedangkan untuk sampah pouch sekali pakai hanya sebesar 6 persen.

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
  • VIVA/Syahdan Nurdin

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
Untuk menjawab permasalahan sampah sachet dan pouch, Dietplastik Indonesia bekerja sama dengan Daya Makara Universitas Indonesia meluncurkan hasil studi berjudul 'Laporan Evaluasi Dampak Lingkungan dan Sosial dari Pemanfaatan Sachet dan Pouch serta Ekspansi Solusi Guna Ulang di Jabodetabek'.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa nilai moneter dari biaya sosial plastik sachet dan pouch di Indonesia yang tidak terkelola dan mencemari lingkungan hidup berada di dalam rentang Rp1,19 triliun sampai Rp1,78 triliun setiap tahunnya.

Mayoritas dari biaya sosial tersebut berupa gangguan kesehatan, baik gangguan saluran pernafasan maupun kardiovaskular, yang diidap oleh masyarakat luas akibat keterpaparan mereka terhadap polutan hasil pembakaran sampah sachet dan pouch.

Belum lagi nilai moneter dari dampak negatif yang berpengaruh sama isu perubahan iklim. Dalam laporan ini juga dijabarkan terkait solusi guna ulang untuk diaplikasikan terhadap sampah sachet dan pouch sekali pakai.

Hal itu juga didukung dengan hasil bahwa 60 persen warga Jabodetabek menginginkan agar dipermudah mendapatkan kembali produk yang mereka pakai dengan sistem guna ulang sehingga ikut menjaga lingkungan.

Selain itu, sistem guna ulang dapat berpotensi memberikan kontribusi nilai ekonomi bersih sampai dengan Rp1,5 triliun pada 2030 dengan syarat sistem guna ulang bisa memiliki standar dan infrastruktur yang memadai dengan dukungan kebijakan pemerintah.

Diskusi mengenai sampah plastik sekali pakai.

Photo :
  • Dok. Dietplastik Indonesia

Diskusi mengenai sampah plastik sekali pakai.

Photo :
"Studi ini dapat menjadi jalan pembuka bagaimana melihat dampak dari kemasan sachet dan pouch yang selama ini dianggap ramah di kantong, tapi tidak ramah di lingkungan dan kesehatan," kata
Head of Sustainable Development Research Cluster
Daya Makara Universitas Indonesia, Bisuk Abraham Sisungkunon.

Sistem guna ulang juga dapat bertumbuh dengan munculnya berbagai pelaku usaha guna ulang yang juga menghadapi tantangan dengan murahnya harga sachet.

Sebagai tindak lanjut dari studi tersebut, saat ini sedang disusun peta jalan sistem guna ulang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Peta jalan ini selaras dengan implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

"Harapannya, studi ini dapat semakin meyakinkan bahwa sistem guna ulang bisa menjadi industri baru yang dapat berkontribusi pada kebangkitan ekonomi. Kami semakin yakin bahwa dalam ekonomi sirkuler, sistem guna ulang lebih tepat untuk diprioritaskan," ungkap Rahyang Nusantara, selaku Deputy Director Dietplastik Indonesia.

Meski begitu, Pendiri dan Kepala Eksekutif Hepi Circle Kumala Susanto mengaku jika menjalankan bisnis guna ulang penuh tantangan, lantaran harus bersaing dengan sachet yang dijual sangat murah.

"Biaya extended producer responsibility (EPR) atau biaya pertanggungan jawaban produsen atas sampah barang yang diproduksi perlu dimasukkan per kemasan supaya menaikkan harga sachet agar mahal dan langka, sehingga guna ulang bisa bersaing. Guna ulang harusnya jadi sistem yang umum di masyarakat," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya