LIPI Digoyang, Peneliti Meradang

- Dok. Peneliti LIPI
Gejolak internal yang tak bisa menerima kepemimpinan Laksana Tri Handoko akhirnya berujung pada terbitnya mosi tidak percaya. Di mata anggota Komisi VII DPR, Fadel Muhammad, bicara anggaran memang LIPI sejak dahulu sudah minim.
"Sekitar 0,02 persen dari PDB kita. Itu sangat rendah dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara. Memang sangat memprihatinkan. Tapi kita nanti akan memanggil untuk memverifikasi. Kita minta Pak Menteri (Ristekdikti, Mohamad Nasir) untuk membentuk tim untuk mengecek masalah ini," klaim Fadel kepada VIVA.
Informasi saja, Badan Pusat Statistik merilis Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia Tahun 2018 mencapai Rp14,900 triliun. Dengan demikian, jika dikalikan dengan 0,02 persen, maka anggaran LIPI hanya Rp3 miliar.
Pada kesempatan terpisah, peneliti senior LIPI, Yan Sopaheluwakan, menyebut kebijakan reorganisasi di bawah Laksana Tri Handoko banyak merugikan peneliti guru besar seperti dirinya. "Waduh cukup banyak. Salah satunya penurunan grade," ungkap dia, kala berbicara dengan VIVA.
Yan lalu bercerita kalau dari sejak dahulu LIPI tidak pernah ada masalah di internal. Karena, pimpinannya memiliki sifat mengayomi. Tapi sekarang berubah. Ia mengatakan LIPI yang sekarang dikendalikan oleh seorang otoriter.
Bola Liar
"Saya melihat kebijakan kepala LIPI sekarang adalah merasa yang paling benar. Jadi sumber masalah LIPI itu adalah dia pribadi. Kan, dari dahulu memang enggak pernah ada masalah kok. Prinsipnya harus diganti, tidak ada cara lain," tegas Yan.
Ia menambahkan, jika Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah membuat Tim Penyelaras yang mengundang para peneliti dan profesor LIPI untuk berbicara terkait persoalan ini. Akan tetapi, Yan mengaku tidak ada yang ikut di dalam diskusi tersebut.
"Kita juga ragu bahwa nantinya keputusan Tim Penyelaras itu cukup aspiratif. Karena, mereka juga cuma pilih-pilih membuat tim itu orang yang tidak tahu permasalahan terus ditarik. Orang yang pemahamannya cuma sepotong-sepotong, gitu," kata Yan, menyindir.
Dengan begitu, ia memandang keberadaan Tim Penyelaras kurang aspiratif dan fair. Saat ini, isu yang beredar hanya seputar dokumen perpustakaan yang jumlahnya 32 ribu yang terdiri dari tesis dan disertasi yang dimusnahkan.
"Bayangkan itu berani diloakin. Padahal itu produk intelektual, produk peradaban kita. Kalau dari daftarnya itu koleksi dari tahun 1912 sampai sekarang. Makanya jumlahnya sampai 32 ribu buku," tutur dia.