Reformasi Belum Tuntas

- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Hari masih pagi. Jam saat itu masih menunjuk angka sembilan. Lalu lintas di sejumlah ruas jalan juga masih tampak lengang. Namun, puluhan orang terlihat berjalan beriringan. Menjelang siang suasana makin ramai. Ribuan orang berkerumun di sejumlah titik. Ada yang berkumpul di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sanata Dharma dan di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Sekitar jam 11-an, ribuan orang ini bergerak bersamaan. Mereka menuju satu titik, Jalan Gejayan. Massa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan sekitarnya tersebut tumpah ruah hingga menutup sejumlah ruas jalan di dekat kampus Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Usai adzan dhuhur berkumandang, aksi unjuk rasa pun dimulai. Demonstrasi dipusatkan di pertigaan Kolombo. Dari atas mobil komando, sejumlah orang menyampaikan orasi secara bergantian. Sambil sesekali meneriakkan yel yel dan pekik perlawanan.
Tanda Pagar atau Tagar Gejayan Memanggil yang memenuhi jagad media sosial sejak Minggu, 22 September 2019 ternyata berhasil memanggil ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta dan sekitarnya untuk berkumpul di Jalan Gejayan, Senin 23 September 2019.
Koordinator Lapangan #GejayanMemanggil Rico Tude mengatakan, aksi ini merupakan jawaban dari kegelisahan masyarakat terhadap pemerintah yang membatasi kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat. “Aksi ini dibuat mahasiswa dan masyarakat yang gelisah karena kondisi saat ini,” ujar mahasiswa Institut Teknologi Nasional Yogyakarta ini kepada VIVAnews, Senin 23 September 2019.
“Kami ingin agar reformasi dituntaskan,” ujarnya menambahkan saat ditanya mengapa menggunakan tagar Gejayan Memanggil. Sebab menurut Rico, semangat reformasi di Yogyakarta lahir salah satunya dari peristiwa Gejayan. “Kami ingin mengambil semangat itu.”
Ada tujuh tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini, antara lain mendesak penundaan dan pembahasan ulang pasal-pasal yang bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang undang Hukum Pidana (RKUHP). Lalu mendesak pemerintah dan DPR merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menuntut negara mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan di Indonesia.
Kemudian menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja. Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis.
Seolah menjadi lonceng, aksi unjuk rasa bertajuk #GejayanMemanggil ini disambut ribuan bahkan puluhan ribu mahasiswa di berbagai kota. Secara bergantian para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar aksi demonstrasi. Di Bandung, misalnya. Sehari setelah aksi di Yogyakarta, ratusan mahasiswa berbondong-bondong ke luar dari kampusnya menuju kawasan Jalan Tamansari. Tak hanya Jalan Tamansari, mahasiswa dari kampus lain juga berdatangan dari arah Dipatiukur, Cicaheum. Mereka mengarah ke satu titik, yakni gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat di jalan Diponegoro, Kota Bandung.