Mereka Dipandang Sebelah Mata

- Kemdikbud
Cara berpikir yang salah
Maneger Nasution, Komisioner Komnas HAM, ikut bicara tentang keseriusan pemerintah dalam penyediaan fasilitas bagi Penyandang Difabel. Ia jelaskan, di usia Indonesia yang sudah kian matang, harus diakui persepektif HAM pemerintah belum merata. Karena itu, pelayanan mereka terhadap kelompok difabel belum maksimal.
"Cara berpikir mereka itu salah. Misalnya begini, mereka mikirnya, melayani masyarakat umum saja belum selesai, apalagi melayani (kaum) yang khusus," kritiknya pedas. Padahal sebenarnya, ada pekerjaan-pekerjaan yang bisa dilakukan semua kelompok, termasuk penyandang difabel.
Misalnya, PNS di bagian administrasi, penyandang difabel bisa melakukannya, bahkan mungkin akan lebih tekun. Di bidang IT, atau bahkan bisa menjadi tentara yang mengelola bagian administrasi.
Ia katakan, Komnas HAM termasuk pihak yang mendorong percepatan pengesahan RUU Penyandang Disabilitas. "Kami juga terlibat dari awal, mendorong beberapa substansi yang berkaitan dengan isi RUU tersebut," jelasnya.
Menurutnya, yang paling mendasar, UU itu nanti akan mendorong negara agar memfasilitasi hak-hak dasar warga yang berkebutuhan khusus. Baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun layanan publik lainnya. Termasuk pengembangan kesejahteraan di pekerjaan dan kehidupan sosial.
Mensos Khofifah Indar Parawansa saat meresmikan Gedung Sentra Pemberdayaan Sosial dan Vokasional Penyandang Disabilitas Intelektual di Jakarta.
Bicara tentang pemenuhan hak kaum difabel di Indonesia, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, koordinasi kementerian antar lembaga sudah selesai. Pihaknya bahkan sudah menyampaikan pembahasan ini ke Setneg, yang selanjutnya Setneg nanti yang akan menyampaikan daftar inventarisasi masalah itu, atas nama pemerintah ke DPR.
"Jadi kita sudah pada posisi siap, sesuai amanat Presiden yang menugaskan beberapa kementerian, menjadi wakil pemerintah dalam membahas RUU Penyandang Disabilitas," katanya. Ia jelaskan, matrix persambungan dari seluruh regulasi yang ada sudah dibuat. Tujuannya guna memberi maksimalisasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Tanah Air.
Khofifah mengingatkan, tak hanya di kota, peran pemerintah daerah juga penting, karena menurut Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebetulnya secara bertahap, yang menjadi urusan pemerintah pusat tinggal Napza (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif) dan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Maka secara bertahap isu ini harus diserahkan sampai ke daerah.
"Nah sambil masa transisi, tanggal 11 Desember kemarin, dilauncing program Kota/Kabupaten Ramah HAM. Di dalam strukturnya, harus menjalankan 88 aksi HAM, yang 16 di antaranya, bicara tentang pemenuhan hak-hak kaum difabel," Khofifah menambahkan.
Mensejajarkan Anak Difabel
Sementara itu, Dirjen Dikdas Kemendikbud Hamid Muhammad menjelaskan, pemerintah mengakui masih banyak hal yang harus diperbaiki, berkaitan dengan pemenuhan hak pendidikan kaum difabel.
Saat ini baru 10 persen anak difabel yang terlayani dari sisi pendidikan, tetapi setiap tahunnya selalu diupayakan pembangunan unit SLB baru, minimal 35 unit, khususnya untuk daerah yang belum memiliki SLB.
Namun demikian, menurutnya diskriminasi di dunia pendidikan terhadap kaum difabel kini sudah berkurang jauh. Yang sekarang menjadi fokus pihaknya, adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran orangtua, agar mau menyekolahkan anak-anaknya yang difabel. Jangan justru dikurung di rumah.
Pemerintah juga berterima kasih, terhadap segala masukan masyarakat, namun Kemendikbud, dalam hal ini Direktorat Jenderal Dikdasmen, mengaku sangat memerhatikan kebutuhan anak difabel. Caranya dengan menjalankan program dan berbagai kegiatan, yang mensejajarkan mereka dengan teman sebaya yang tidak berkebutuhan khusus.
"Jika ada kegiatan Kepramukaan, Kawah Kepemimpinan Pelajar, O2SN, FLS2N, OSN, dan lainnya bagi siswa reguler, hal yang sama juga dilaksanakan bagi anak-anak difabel. Tahun 2016, Direktorat Pembinaan PKLK juga telah menganggarkan kegiatan tersebut sebesar Rp41,3 milyar,” jelas Hamid.
Ia terangkan, bagi anak difabel juga ada kegiatan bernama Gebyar PKLK, di mana mereka bisa mengikuti pameran kerajinan tangan tingkat nasional, Inacraft. Di sana, orangtua dan pelaku dunia usaha bertemu, untuk membuktikan kemampuan karya anak-anak difabel.
Tentang sekolah inklusi, ia jelaskan pihaknya juga sedang menggenjot penyediaan Guru Pendidikan Khusus (GPK) yang diprioritaskan (khususnya) di 73 daerah, yang sudah mendeklarasikan diri sebagai daerah inklusif, dengan cara mengoptimalkan kemampuan pendanaan APBD.
Setiap tahun, telah disalurkan dana minimal Rp25 milyar untuk peningkatan kompetensi GPK, yang disalurkan melalui kelompok kerja pendidikan inklusif daerah.
Kasubdit Penempatan Tenaga Kerja Khusus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Sapto Purnomo, tak mau ketinggalan angkat bicara soal kebijakan Kemenaker terkait dunia kerja bagi kaum difabel.
Menurutnya, implementasi yang sudah dilakukan guna membantu kehidupan mereka, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja 205 Tahun 1999, dalam hal pelatihan dan penempatan tenaga kerja disabilitas, yang merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 49 Tahun 1997.
Bentuk nyatanya sudah dilakukan setiap tahun, salah satunya dengan melakukan job fair. Ia jelaskan, kalau dulu job fair terkesan tidak ramah bagi kaum disabilitas, tapi sejak 2014 hal itu diperbaiki. Ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan-perusahaan yang menawarkan lowongan bagi penyandang difabel.
"Kemudian hal itu ditingkatkan lagi di job fair 2015, di mana disediakan expo sehingga produk-produk kaum difabel bisa dipamerkan. Ada 40 stand yang kita hadirkan di situ, diisi kelompok usaha dari teman-teman difabel. Jadi mereka itu punya kelompok usaha, dan produknya bagus-bagus, tapi tak punya tempat untuk memamerkan. Makanya difasilitasi," ujar Sapto.
Menurutnya, sudah ada hampir 500 penyandang disabilitas yang direkrut bekerja selama 2014-2015. Selain itu, pihaknya juga memberlakukan pelatihan kepada HRD perusahaan, agar mereka tahu bagaimana cara memerlakukan karyawan difabel dengan baik.
Kemudian bicara tentang RUU Penyandang Disabilitas, Sapto jelaskan, poin terpenting regulasi itu bagi pihaknya, adalah segala hal yang berhubungan dengan hak pekerja difabel atas pekerjaan yang layak. “Intinya agar kebutuhan mereka dapat diinformasikan, diantisipasi, dan difasilitasi,” tuturnya.