Boleh Salah, Dilarang Bohong

- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
“Kalau exit poll kami bisa menanyakan lebih jauh, mengapa alasan memilih salah satu calon. Kemudian bagaimana efek sosial dari kegiatan kampanye sebelumnya, ekspose media, basis dukungan partai dan lain sebagainya. Jadi lebih luas,” dia menambahkan.
Metodologi exit poll, dari tiap TPS ditentukan range waktunya. Misalnya ada dua orang responden yang akan dipilih, laki-laki dan perempuan.
“Jadi misalnya, dari range waktu sekitar 07.00–10.00 itu kami bagi dua range waktunya," ujar dia.
Pukul 07.00 hingga 08.30 WIB itu akan ditentukan random untuk memilih responden pertama. Dari 08.30 hingga 10.00 WIB random lagi. Jika random pertama untuk responden perempuan, pada random kedua itu laki-laki.
Jadi, dalam satu TPS ada dua stage, satu untuk exit poll, satu lagi untuk quick count. “Nah, untuk quick count kami pakai metode stratified cluster. Semua pemilih atau suara sah di TPS itu menjadi sampel kami, jadi seperti itu metodologinya,” ujar dia.
Adjie Alfarabi menyampaikan hal senada. Menurut peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) ini, dalam melakukan survei mereka akan melibatkan responden.
”Untuk survei kami melakukan wawancara secara langsung dengan tatap muka dan juga menggunakan kuisioner. Metode pengambilan samplingnya multistage random sampling. Jadi, itu gabungan antara stratified random sampling sama cluster,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 16 Februari 2017.
Menurut dia, exit poll itu sebetulnya seperti survei. Kalau survei menanyakan pendapat pemilih yang ada di rumah. Sementara itu, exit poll menanyakan pemilih yang ada di TPS.
Selanjutnya, quick count hanya mengambil data riil di TPS. “Jadi quick count dan exit poll dilakukan di waktu dan hari yang sama. Kalau quick count cuma liat hasil perolehan suara di TPS. Kalau exit poll kami wawancara pemilihnya setelah keluar TPS,” dia menambahkan.
“Sering kali ada selisih data dari hasil exit poll dengan quick count. Alasannya, karena kalau exit poll pas pemilih keluar masih ada bias. Dia bilang saya tadi milih A, itu bisa jadi ingin mengaburkan pilihan aslinya, ternyata milih B, atau C," ujar Direktur Komunikasi Publik Poltracking, Ahmad T.W. Wibowo, Rabu, 15 Februari 2017.
Tapi, quick count tidak bisa. Karena yang dilaporkan hasil perhitungan resmi yang ditandatangani panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan saksi. "Itulah yang dilaporkan dan tidak akan ada bias lagi,” tuturnya.