Logo DW

Waspada Ancaman DBD di Tengah Pandemi Covid-19

Imago Images/Fotoarena
Imago Images/Fotoarena
Sumber :
  • dw

“Sekarang kita fasenya climate change, bisa saja dalam seminggu ada hujan, ada (kondisi) tidak hujan. Ini akan memudahkan siklus hidup nyamuk itu berubah lebih cepat atau pendek,” ujar Erni. Ia mengatakan bahwa saat ini telah beberapa kali terjadi hujan, sehingga fase perkembangan nyamuk dari jentik ke dewasa pun menjadi lebih cepat.

Jentik nyamuk Aedes aegypti hidup di kondisi yang lembab dan basah seperti tempat penampungan air. Erni menekankan bahwa gerakan 3M yaitu mengubur, menguras, dan menutup wadah-wadah yang jadi tempat bersarangnya jentik nyamuk harus terus dikerjakan. “(Jika) tidak ada nyamuk di sekitar kita, tidak ada jentik-jentik nyamuk yang berkembang biak di sekitar kita.”

Infeksi ganda

Dari 460 kabupaten/kota yang mencatatkan kasus demam berdarah, sebanyak 439 di antaranya juga melaporkan kasus Covid-19. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, dalam konferensi pers yang disiarkan langsung akun YouTube BNPB, Senin (22/06), mengatakan bahwa infeksi ganda ini memungkinkan seseorang yang terserang Covid-19 juga berisiko terinfeksi demam berdarah.

Senada dengan Nadia, Erni mengungkapkan bahwa ia banyak menjumpai pasien yang terinfeksi demam berdarah dan Covid-19 secara bersamaan.

“Ini gejala demamnya lebih dominan, tapi secara klinis kita lihat gambaran pasiennya memang sakit demam berdarah pada umumnya. Demam akut 3-4 hari pertama, kemudian demam mulai turun disertai dengan kadar hematokrit naik, trombosit turun, leukosit turun. Jadi polanya tetap demam berdarah tetapi gambaran rontgen-nya itu seperti Covid-19. Di-swab ternyata hasilnya positif,” papar Erni.

Namun, Erni yang juga berprofesi sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini enggan menyebut jika virus corona dapat mempermudah seseorang terinfeksi virus demam berdarah, begitu pula sebaliknya.