Logo DW

Virus Corona Jadi Pukulan Telak bagi Industri Garmen Bangladesh

picture-alliance/dpa/Str
picture-alliance/dpa/Str
Sumber :
  • dw

Sejak terjadinya pandemi COVID-19, Rubana Huq telah berkampanye tanpa lelah untuk meningkatkan kesadaran bagi mereka yang bekerja di bawah rantai industri tekstil. Di Bangladesh,jutaan pekerja pabrik garmen dipecat selama masa lockdown.

Presiden Asosiasi Produsen dan Pengekspor Garmen Bangladesh (BGMEA) telah berulang kali memperingatkan konsekuensi mengerikan yang dihadapi para pekerja yang kehilangan pendapatannya akibat merek-merek fashion global terus membatalkan pesanan.

Menanggapi hal tersebut, Uni Eropa mengorganisir dana darurat untuk membantu mereka, yang menurut Huq "sangat dihargai". Tetapi bantuan tersebut hanya mampu menghambat dampak kerusakan pada industri tekstil negara itu.

Ketergantungan ekspor

Menurut angka BGMEA, pesanan senilai € 2,8 miliar atau setara Rp 44,8 triliun telah dibatalkan sejak munculnya wabah COVID-19 yang terjadi awal tahun ini.

"Lebih dari 50% pembatalan pesanan senilai € 2,8 miliar berasal dari pembeli Eropa," kata Huq kepada DW, seraya menambahkan bahwa ini "sangat disayangkan" mengingat sejarah panjang hubungan dagang dengan Uni Eropa.

Banyak negara Asia sangat bergantung pada ekspor tekstil yang menjadi sumber pendapatan nasionalnya. Dan industri ini menyumbang lebih dari 80% keseluruhan ekspor Bangladesh. Sebagai perbandingan, industri mobil Jerman, yang dikatakan penting bagi perekonomian Jerman, menghasilkan kurang dari 20% dari ekspor negara itu.