Kisah Perjuangan Muhammad Ali Sebagai Muslim

Foto kenangan Muhammad Ali (tengah) berbicara kepada komunitas muslim di London beberapa tahun silam.
Sumber :
  • Action Images / MSI/File Photo

VIVA.co.id – Sebagai seorang mualaf, petinju legendaris, Muhammad Ali memegang teguh keyakinan yang dianutnya. Pria asal Amerika Serikat ini beberapa kali menunjukkan diri sebagai Muslim yang taat.

Ketika Daud Yordan Bertemu Pendukung Prabowo Jelang 'Pertarungan' di Senayan

Ali mulai mendekatkan diri dengan Islam pada 1960. Dia menganggap Islam adalah agama yang selaras dengan fitrah-fitrah yang Allah SWT ciptakan untuk manusia.

"Ini dimulai tahun 1960, ketika seorang teman muslim menemaniku pergi ke masjid untuk mendengarkan pengajian tentang Islam. Ketika mendengarkan ceramah, saya merasakan panggilan kebenaran memancar dari dalam jiwaku, menyeruku untuk menggapainya, yaitu kebenaran hakikat Allah, agama dan makhluk," ujar Ali.

Mike Tyson Naik Ring Tinju Lagi, Ini Lawannya

Dikutip dari VOANews.com, pada 1961, Ali mendekat dengan organisasi Islam, Nation of Islam (NOI), dia sibuk mempelajari Islam di bawah bimbingan Kapten Sam Saxon (sekarang Abdul Rahman). Tiga tahun sebelum pertarungan memperebutkan gelar juara dunia kelas berat dengan Sonny Liston, Ali telah menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh NOI.

Pada 25 Februari 1964, Ali sukses merebut gelar juara, usai menang di ronde 7 dari 15 ronde yang direncanakan atas Sonny Liston di Florida, Amerika Serikat. Usai pertandingan tersebut, Ali memproklamirkan diri sebegai seorang mualaf.

Butuh 17 Pukulan Mematikan, Mike Tyson Ungkap Petinju Ini Jadi Lawan Terberat

Dia juga menyatakan mengubah namanya, dari Cassius Marcellus Clay, Jr menjadi Muhammad Ali. Dia juga menegaskan telah bergabung dengan NOI. Nama Ali sendiri diberikan oleh salah satu tokoh NOI, Elijah Muhammad.

Muslim yang Taat
Ali membuktikan diri tak main-main dengan keputusannya memeluk Islam. Dia benar-benar memegang teguh agama baru yang dianutnya itu.

Ali sampai harus masuk bui adalah penolakan terhadap wajib militer. Dia enggan ikut berperang ke Vietnam pada 1966.  Dia menganggap peperangan bertentangan dengan ajaran agama serta kitab suci Alquran yang diyakininya.

"Perang bertentangan dengan Quran. Saya tidak mencoba lari dari wajib militer. Seharusnya kita tidak berperang kecuali atas perintah Allah atau Nabi," kata Ali kala itu.

"Saya juga tidak pernah memiliki masalah dengan Vietkong. Mereka tidak pernah menyebut saya Nigger," lanjutnya.

Saat peristiwa 11 September 2001, akibat serangan teroris terhadap dua menara kembar World Trade Center (WTC), banyak yang menuduh Islam sebagai agama teroris. Ali menegaskan itu merupakan perbuatan oknum dan sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan Islam. "Islam adalah agama yang damai dan cinta akan kedamaian," terangnya.

Belum lama ini, Ali kembali bersuara lantang. Pada Desember 2015 lalu, dia menentang keras ide dari salah satu kandidat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang hendak melarang Muslim masuk ke negeri Paman Sam.

Trump yang memang dikenal anti-Muslim mencetuskan hal itu setelah munculnya aksi teror di Paris, Prancis. Ali sendiri menolak dan menegaskan bahwa aksi kekerasan dan tindakan brutal semacam itu tidak ada kaitan sama sekali dengan Muslim maupun Islam.

"Saya Muslim dan tidak ada kaitan Islam dengan pembunuhan orang tidak berdosa di Paris, San Bernardino, atau di tempat mana pun di dunia," kata Ali.

"Muslim sesungguhnya tahu tindakan brutal seperti yang dilakukan oknum yang mengatasnamakan jihad. Itu bertentangan dengan ajaran agama Islam," lanjutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya