Natal Penuh Tantangan Buat Luo Shengchun

VIVA Militer: Anggota Polisi Khusus Kementerian Keamanan Negara China
Sumber :
  • globaltimes.cn

Jakarta – Natal dan perayaan tahun Baru bukanlah saat yang mudah bagi Luo Shengchun, istri dari pengacara hak asasi manusia terkemuka China, Ding Jiaxi. Wanita paruh baya ini malah mengisi empat tahun terakhir untuk melakukan advokasi bagi suaminya yang ditahan dan para pembangkang China lainnya.

Pameran Otomotif Berubah Jadi Tragedi, 5 Orang Ditabrak Mobil Listrik

Dilansir dari Voice Of America (VOA), Luo Shengchuan menyebut Natal telah menjadi hari libur yang penuh tantangan bagi dirinya sejak 2019, setelah polisi China menangkap Ding Jiaxi dalam tindakan keras yang menarget para pembangkang yang berpartisipasi dalam pertemuan pribadi.

Suami Luo, Ding, dan pembangkang China, Xu Zhiyong, adalah tokoh terkemuka dalam Gerakan Warga Negara Baru, kelompok aktivis dan pengacara yang peduli pada hak asasi manusia dan transparansi pemerintah di China.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Setelah ambil bagian dalam pertemuan tertutup di Kota Xiamen pada Desember 2019, yang membahas hak asasi manusia dan masa depan China bersama lebih dari 20 pembangkang China, Ding, Xu, dan kelasih  Xu, Li Qiaochu, ditangkap polisi pada bulan-bulan berikutnya. 

Pada April 2023 lalu, Ding dan Xu dijatuhi hukuman lebih dari 10 tahun penjara karena subversi kekuasaan negara, sedangkan persidangan rahasia Li ditangguhkan pengadilan pada awal bulan ini.

Mengecas Mobil Listrik Nantinya Cuma Butuh Waktu 10 Menit

Sebelum dijatuhi hukuman pada April, Xu dan Ding telah ditahan lebih dari tiga tahun. Selama masa itu, mereka tidak boleh bertemu pengacara mereka, disiksa, dan ditempatkan dalam tahanan rumah di lokasi yang ditentukan, suatu bentuk penahanan yang sering digunakan otoritas China terhadap individu yang dituduh membahayakan keamanan nasional.

Meskipun Ding dan Xu berupaya mengajukan banding atas keputusan pengadilan awal bulan lalu, Pengadilan Tinggi Provinsi Shandong tetap menguatkan keputusannya. Istri Ding, Luo, menuduh otoritas tidak memberi tahu putusan kepada anggota keluarga.

“Cara pihak berwenang China menangani kasus ini menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati hukum dan berperilaku seperti ‘mafia’, mencoba mendikte seluruh proses peradilan,” katanya kepada VOA.

Beberapa analis mengatakan penanganan kasus-kasus yang dilakukan pemerintah China menunjukkan supremasi hukum tidak lagi ada di China dan bahwa Beijing berusaha mencegah masyarakat menaruh perhatian pada kasus-kasus tersebut dengan menunda proses peradilan.

“Pemerintah China tidak ingin masyarakat mengingat kasus-kasus ini, dan mereka ingin mengubur kasus-kasus tersebut melalui persidangan rahasia dan menjatuhkan hukuman penjara yang lama terhadap para aktivis,” kata Patrick Poon, peneliti tamu di University of Tokyo, kepada VOA melalui telepon.

Terlepas dari upaya pemerintah China untuk mengurangi perhatian publik terhadap kasus-kasus hak asasi manusia yang sensitif, para istri dari para pembangkang China yang ditahan telah melakukan advokasi di seluruh dunia bagi suami mereka. Mereka berharap meningkatkan kepedulian akan pelanggaran hak asasi manusia di China.

Istri para pembangkang Tiongkok lainnya mengatakan pengalaman menjadi pembela hak asasi manusia yang tidak disengaja, telah membantu mereka memahami sisi Tiongkok yang tidak mereka ketahui.

Chen Zijuan, istri pengacara hak asasi manusia Tiongkok yang ditahan, Chang Wei-ping, mengaku, pengalaman ini benar-benar mengubah jalan hidupnya dan pada dasarnya, menghapus semua pencapaian yang telah saya capai di Tiongkok selama 30 tahun terakhir.

Setelah penahanan mereka, Chen pergi ke pengasingan bersama putranya di AS tahun lalu setelah berulang kali mengalami ancaman dan pelecehan dari otoritas setempat karena menganjurkan pembebasan suaminya.

Chen mengklaim dirinya tidak menyesal mengambil keputusan ini karena pengalaman menjadi seorang aktivis membantunya menyadari seperti apa Tiongkok sebenarnya.

Wanita yang terus berupaya mengeluarkan suaminya ini menyebut dulu tidak tahu tentang penganiayaan yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap pengacara hak asasi manusia selama Penangkapan Massal 709 pada tahun 2015 dan Pembantaian Lapangan Tiananmen.

Namun Chen mengaku sejak ia  mulai melakukan advokasi untuk suaminya, secara sadar Chen mengatakan tidak lagi dibutakan oleh cuci otak yang dilakukan Beijing.

Dia lebih lanjut berharap istri-istri pembangkang Tiongkok lainnya dapat bergabung dengannya dalam melakukan advokasi bagi orang-orang yang menghadapi penganiayaan di Tiongkok.

Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya