Adakah Celah Legalitas untuk LGBT?

Ilustrasi Warga Depok tolak LGBT
Sumber :
  • VIVAnews/Zahrul Darmawan

VIVA – Maraknya propaganda mengenai perekrutan yang dilakukan oleh kaum LGBT sudah menyentuh berbagai macam cara, tak terlepas melalui media sosial.

Pengadilan Tinggi Dominika Batalkan Larangan Hubungan Sesama Jenis

Keberadaan kaum LGBT dapat terindikasi dari banyaknya kasus ataupun isu mengenai fenomena lesbian, gay, biseksual serta transgender yang berkembang sehingga menjadi bahan perbincangan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kehadiran kaum LGBT pun semakin terasa dengan banyaknya temuan-temuan promosi di media sosial yang menyangkut LBGT.

Layaknya hal yang bukan terkecuali, Indonesia yang notabenenya negeri dengan penduduk Muslim terbesar di mana identik akan tuntunan ilahiah (tuntunan Tuhan Yang Maha Esa) yang berpedoman pada Kitab Suci Al-Qur’an serta Negara Hukum (tertuang di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3)) tak terlepas dari tren yang merupakan ciptaan produk dari negara-negara liberal yang memang memberikan tempat serta pengakuan terhadap keberadaan LGBT di tengah-tengah masyarakatnya.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Dalam diam berpikirnya penulis, penulis merasa bahwa masyarakat Indonesia cenderung merespons hal yang menyangkut LGBT dengan 2 perspektif, yaitu perspektif agama dan perspektif Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut dengan HAM.

Akan tetapi dalam tulisan ini penulis akan menggalinya lebih kepada perspektif HAM karena kesadaran penulis bahwa keilmuan menyangkut agama yang penulis miliki masih amatlah dini, akan tetapi bukan berarti pula keilmuan menyangkut HAM penulis mempuni, hanya saja penulis lebih tertarik membahasnya dalam perspektif HAM dalam balutan Undang-Undang.

Sekolah Ini Singkirkan 300-an Buku yang Memuat Konten LGBT

Dalam perspektif HAM bagi mereka yang pro akan keberadaan kelompok LGBT mengklaim bahwa memilih jalan LGBT adalah hak asasi manusia yang mereka pilih, untuk itu mereka menuntut untuk dilindungi oleh negara. Adapun pengertian mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diuraiakan bahwa HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun.

Dengan berlindung atas nama Hak Asasi Manusia kaum LGBT pun memandang bahwa keberadaan kelompok mereka merupakan sesuatu yang termasuk dalam Hak Asasi Manusia yang patut untuk dilindungi dan dihormati. Akan tetapi, penulis memandang bahwa HAM dalam konteks Indonesia dengan HAM dalam konteks barat memiliki perbedaan yang mendasar.

HAM dalam konteks wilayah Indonesia dibatasi dengan kaidah hukum dan pembagian kaidah sosial lainnya seperti kaidah agama di mana aturan yang berisi kewajiban, larangan serta anjuran yang oleh pemeluknya diyakini sebagai kaidah yang berasal dari Tuhan.

Sementara kaidah kesusilaan yang mana berasal dari sanubari manusia itu sendiri. Dan yang terakhir ialah kaidah kesopanan yang berasal dari dalam masyarakat untuk mengatur pergaulan warganya agar masing-masing saling menghormati.

Bahkan dalam kacamata penulis, penulis memandang bahwa UUD 1945 telah memberikan arahan kepada negara untuk membatasi hak asasi manusia setiap orang tak terlepas juga dengan hak kaum LGBT dengan alasan untuk terpenuhinya tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan akan moral, tuntunan agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Selengkapnya bunyi Pasal 28 J UUD 1945 ayat (2) yang menegaskan “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Sebagaiamana pendapat Romli Atmasasmita juga yang menyatakan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai peganti undang-undang. Atas apa yang sudah penulis uraikan di atas adakah celah untuk melegitimasi keberadaan LGBT di Indonesia? Penulis menilai bahwa panggang masih jauh dari api.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.