- Pixabay/Nuzree
VIVA.co.id – Insektisida biasanya diberikan untuk membasmi nyamuk jenis anofeles, vektor dari penyakit malaria. Sayangnya, para nyamuk tersebut sudah mulai resisten atau kebal terhadap insektisida.
Dari penelitian yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah di Indonesia, nampak bahwa nyamuk anofeles, mulai kebal terhadap pemberian insektisida. Kondisi tersebut tentunya berbahaya, karena memicu angka penyakit malaria semakin meningkat.
"Vektor nyamuk malaria semakin rentan terhadap insektisida yang ditemukan di beberapa wilayah Indonesia seperti Palembang, Sumba, dan Lampung. Kami mulai mencari penanganan lain untuk merancang produk kimiawi dalam mencegah vektor nyamuk semakin menginfeksi manusia," ujar Peneliti Eijkman Institute, Din Syafruddin, di The 6th International Eijkman Conference, di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2017.
Salah satu penelitian yang mulai dikembangkan, lanjut Din, yaitu memasang sebuah plastic screen yang ditempel di dinding setiap rumah, di mana plastik tersebut memiliki kandungan bahan kimia yang tidak disukai nyamuk. Din menuturkan, kandungan bahan kimia tersebut merupakan kombinasi dari bahan-bahan di dalam kandungan obat bakar nyamuk yang telah ditemukan sebelumnya.
"Plastic screen mengandung senyawa kimia yang mirip dengan bahan bakar nyamuk yang sudah lama beredar di masyarakat. Kandungan kimia paling ideal yaitu DDT," paparnya.
"Kami masih menguji alat tersebut di Sumba. Di mana tiap plastik berukuran A4 ini ditempelkan di dalam rumah berukuran 3x4m persergi," katanya lagi.
Penggunaan alat tersebut selama 24 jam, diharapkan dapat membuat nyamuk menjauhi kawasan tersebut. Hingga akhirnya, setiap desa atau komunitas tertentu dapat diminimalisasi dari kontak nyamuk anofeles ini.
"Sepanjang waktu membuat aroma kimia ini tidak disukai nyamuk. Diharapkan membuat nyamuk menjauh dari kawasan tersebut."
