Logo ABC

Mampukah Indonesia Jadi Mediator Taliban dan Pemerintah Afghanistan?

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menerima Kepala Biro Politik Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di rumah dinas Wapres di Jakarta, 27 Juli 2019.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menerima Kepala Biro Politik Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di rumah dinas Wapres di Jakarta, 27 Juli 2019.
Sumber :
  • abc

"Oleh karenanya sering dianggap sebagai buffer zone bagi kepentingan yang lebih besar namun juga bukan berarti di sana tidak ada modal sosial yang dapat dijadikan landasan bagi pembangunan perdamaian."

Indonesia, sebut Nanto, harus berani menempatkan diri sehingga posisinya tidak diremehkan, mengingat kehadiran aktor internasional lain dalam konflik itu, seperti AS dan Iran.

"Artinya penggalangan (aktor) domestik ini, pada saatnya, akan melibatkan kesediaan dan kepentingan aktor internasional," jelasnya.

"Namun begitu ada tantangan lainnnya terkait dengan keberadaan aktor internasional, itu yang membedakan dengan kasus JIM sebagai best practice (tata kelola yang baik)."

Tantangan lainnya bagi Indonesia adalah keterbatasan jaringan atau network di tengah hadirnya aktor internasional.

"Indonesia di konflik Afghan boleh dikatakan memiliki networks (jaringan) yang relatif lebih terbatas dibandingkan dengan (di konflik) Kamboja."

"Ini menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai mediator. Tapi dengan kepercayaan dan kemampuan mengelola kepercayaan itu tantangan ini bisa diatasi," ujar Sri Nanto.

Dalam perwujudan perdamaian, kata peneliti LIPI ini, jaringan dan kepercayaan terhadap semua pihak menjadi kunci penting