Logo DW

Tumbuhkan Kesadaran Beragama Menggunakan Akal Sehat Sejak Kecil

vladgrin - Fotolia.com
vladgrin - Fotolia.com
Sumber :
  • dw

Sebenarnya ini logika sederhana, tetapi kenapa bagi sejumlah orang sering kali tidak terpikir?

Logikanya sederhana, tapi tidak dipakai karena tertutup atau terkesima dan terpesona dengan logika tadi itu, yaitu logika segala sesuatu yang berbau Arab itu yang paling afdal. Itu lah yang dikira menyelamatkan di dunia maupun di akhirat.

Seperti apa kecenderungan masyarakat untuk berpikir secara kritis memakai logika?

Memang ada gejala-gejala misalnya memakai cadar. Itu tumbuh dari budaya Arab. Cadar ada di kalangan Kristiani, Yahudi juga pakai cadar. Lalu Islam datang dan sebagian perempuan muslim pakai itu juga di dunia Arab. Karena lingkungannya panas. Karena itu mereka harus menutup mukanya. Itu yang ditiru oleh sebagian orang. Segala sesuatu yang berbau Arab diterima saja padahal itu adalah budaya yang tumbuh dari lingkungan alam yang keras dan panas yang memerlukan orang, baik perempuan maupun laki-laki, untuk menutup mukanya apalagi kalau sedang ada angin gurun.

Mereka yang dengan mudah ikut-ikutan seperti itu tidak menggunakan logikanya dan melihat secara sesuatu dengan cermat. Meski jumlahnya tidak banyak tapi selalu ada saja yang seperti itu. Selalu ada hal-hal baru seperti perkebunan kurma dan cadar.

Bagaimana cara untuk bisa bentengi diri dari sikap ikut-ikutan seperti ini?

Pertama harus dari diri sendiri, orang tua muslim harus memberikan pengertian kepada anak-anak mereka bahwa Islam itu tidak identik dengan Arab. Jadi segala sesuatu yang berbau Arab tidak harus secara otomatis berarti itu ajaran Islam. Misalnya jangan berpikir kalau kita menanam kurma di Indonesia pahalanya lebih besar. Padahal tanam buah-buahan, tumbuh-tumbuhan lain selama itu bermanfaat, itu mendatangkan pahala juga. Apakah mangga atau jambu, apa saja. Tidak berarti pahala menanam kurma lebih banyak daripada menanam mangga. Nah (kesadaran) itu yang harus ditumbuhkan.