Keraton Agung Sejagat Sebelumnya Perkumpulan Pemburu Harta Karun

Kirab Keraton Agung sejagat
Sumber :
  • Twitter @aritsantoso

VIVA – Kedigdayaan Keraton Agung Sejagat yang dipimpin raja dan ratu/permaisuri Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso dan Fanni Aminadia hanya bertahan selama lima hari setelah dideklarasikan awal tahun ini.

Warga Robohkan Rumah Pelaku Pemerkosa Anak di Bawah Umur di Jeneponto

Namun ternyata Keraton Agung Sejagat telah memulai kegiatannya sejak Agustus 2019. Hal itu diungkapkan oleh Sumarni, warga di sekitar Istana Keraton Agung Sejagat di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Sumarni mengungkapkan, di 'istana' yang terletak di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo itu, sudah sejak lama didapati sejumlah orang melakukan pertemuan dan berkumpul setiap harinya. Tapi, sepengetahuan warga, perkumpulan itu bukanlah sebuah kerajaan seperti yang heboh saat ini. 

Sekda Depok Minta Bappeda dan PUPR Benahi Akses Jalan Kampung Bulak Barat yang Putus Kena Banjir

"Kami tidak tahu kalau mau buat keraton. Awalnya itu kami kira kumpulan-kumpulan biasa. Mereka mengaku sekumpulan orang yang akan mengambil harta karun yang terpendam dari zaman dulu," ungkap Sumarni dikutip Kamis 16 Januari 2020, saat diwawancarai tvOne

Lalu, lanjut Sumarni, puncak kehebohan warga terjadi pada 14 Agustus 2019. Kala itu ada ratusan orang datang ke lokasi tersebut dengan atribut yang aneh. 

Bandara Samrat Ditutup Sementara Akibat Gunung Ruang Kembali Erupsi

"Anggota mereka yang datang banyak sekali, sekitar 300-an dan menggunakan baju keraton," ungkapnya. 

Warga, kata dia, semakin merasakan kejanggalan setelah melihat kegiatan yang dilakukan. Sebab, kediaman salah satu warga yang dijadikan istana itu dihias selayaknya sebuah kerajaan. 

"Kami merasa asing kok ini aneh, kemudian di lokasi itu dihias seperti kerajaan layaknya saat manten," tuturnya. 

Dia mengatakan, Toto dan Fanni pun tidak pernah berbaur dengan warga, begitu pula para pengikutnya. Hal itu pun menimbulkan kejanggalan karena kegiatan yang dilakukan sudah berbulan-bulan. 

"Mereka tidak bermasyarakat, yang ada di sekitar kami itu yang punya rumah," ujarnya. 

Sumarni pun mengatakan, warga terheran-heran dengan perkumpulan itu. Sebab, untuk menjadi 'rakyat' Keraton Agung Sejagat itu, harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. 

Para pengikut pun diiming-imingi akan diberikan harta yang berlimpah. Namun, hingga saat ini tidak ada yang terealisasi. 

"Untuk awalan mereka keluarkan sekitar Rp7 juta. Mereka selalu saja kalau datang ya iuran, kegiatan iuran, baju juga beli, tapi setahu saya sampai sekarang belum cair," ungkapnya. 

Terlepas dari kejadian tersebut, kini kata Sumarni, keresahan warga sudah mulai hilang. Sebab, pihak kepolisian merespons cepat untuk menyelesaikan masalah ini, sehingga diharapkan tak terjadi lagi ke depannya. 

"Alhamdulillah aparat respons langsung, sekarang sudah mulai tenang masyarakat. Mudah-mudahan ibadah kita kembali tenang," harapnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya