Yunus Husein Sebut Pejabat Doyan Flexing Informan PPATK: Itu Sebuah Pengakuan

Sepatu yang Diklaim KW oleh Sekdaprov Riau Berbeda dengan yang Dipakai Istri
Sumber :
  • Twitter: partaisocmed

VIVA Nasional –  Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan fenomena pejabat atau keluarga pejabat yang suka hedonisme, pamer harta atau flexing di media sosial sangat membantu aparat untuk mengusut kekayaan pejabat tersebut, karena merupakan bentuk pengakuan.

Jika Berkas Perkara Lengkap, Kejagung Didorong Segera Bawa Kasus Timah ke Pengadilan

Dengan demikian, menurut Yunus Husein, untuk mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bisa menggunakan metode lifestyle analisis lewat perilaku para pejabat dan keluarganya di media sosial. 

"Salah satu cara mengungkap perkara TPPU dengan melakukan lifestyle analisis. Metode itu untuk menganalisis gaya hidup seseorang," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis.

RI Siapkan Gugatan ke Airbus Atas Dugaan Kasus Suap Pembelian Pesawat

Dia menjelaskan PPATK dapat melakukan analisis pesan dari publik melalui media massa atau media sosial para penjabat negara. Apalagi kata dia, mereka yang suka hedonisme, itu sangat bagus sekali.

"Itu merupakan suatu pengakuan dan membuat PPATK itu menjadi satu informasi yang sangat bermanfaat," ujar pakar hukum perbankan itu.

Menteri Haji dan Umrah Kerajaan Arab Saudi Kunjungi Indonesia, Ini Kegiatannya

Yunus Husein

Photo :
  • ANTARA

Menurut dia, dengan analisis gaya hidup, akan terlihat, misalnya, tidak sesuai dengan profil, dengan pekerjaan atau pendapatan. Artinya ada sumber yang tidak sah.

Dia menceritakan salah satu kasus di Amerika, seorang kepala badan kontra intelijen dari Federal Bureau of Investigation (FBI). Lalu digalang oleh intelijen Rusia. Saat keluar negeri, kepala badan itu mendapatkan uang yang cukup banyak.

"Dia beli mobil dan rumah bagus, akhirnya terungkap. Begitu ditanya, alasannya mertua kaya di Kolombia," ujarnya.

Setelah ditelusuri, ternyata mertuanya tidak kaya. Menurut dia, kasus itu terungkap dari pola gaya hidup. Akhirnya dihukum dengan penjara seumur hidup.

Akademisi di lima perguruan tinggi itu mengatakan PPATK tidak memiliki kewenangan untuk menentukan tindak pidana. Dia menyebut bahwa yang mempunyai kewenangan untuk menentukan tindak pidana adalah penyidik di aparat penegak hukum.

Dia menjelaskan bahwa penyidik yang melakukan penyelidikan bertugas untuk menemukan bukti permulaan, tindak pidana, berikut pelakunya.

"Kalau saya umpamakan permainan bola, PPATK itu seperti gelandang, sebagai play maker yang memberi umpan ke striker kepada penyidik. PPATK sebagai gelandang enggak boleh membuat gol, yang buat gol itu penyidik polisi, KPK, Kejaksaan," papar Yunus. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya