Polusi Udara jadi Faktor Risiko Kematian Tertinggi ke-5 di Indonesia, Kata Menkes

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, The Interview
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan polusi udara yang kian buruk memicu berbagai penyakit pernapasan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahkan mencatat, polusi udara sebagai salah satu faktor risiko kematian tertinggi di Indonesia. 

Coros Rilis Vertix 2S, Ini Spesifikasi dan Harganya

Hal tersebut disampaikan Menkes Budi, dalam rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi IX di DPR RI, di Senayan Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2023.

"Polusi udara berdampak serius pada penyakit pernapasan dan merupakan faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia," kata Budi Gunadi. 

Arab Saudi Gandeng Bill Gates Berikan Vaksin Polio pada Jemaah Haji

Jelas dia, polusi udara menempati posisi kelima setelah faktor lain, yakni tekanan darah tinggi atau hipertensi, gula darah, merokok dan obesitas. Kasus kematian akibat polusi udara tercatat mencapai 186 ribu orang. 

Budi menjelaskan, polusi udara terjadi akibat pembakaran karbon. Mulai dari pembakaran karbon BBM kendaraan bermotor, kebakaran hutan, asap pembakaran dari PLTU, pembakaran sampah hingga pembakaran karbon di industri baja. 

Gelombang Cuaca Luar Biasa Panas Melanda Asia Selatan dan Tenggara

Tak hanya itu, Budi mengakui bahwa Indonesia tidak memenuhi standar batas aman PM 2,5 yang ditetapkan WHO (organisasi kesehatan dunia) baru-baru ini. Kata dia, Indonesia masih menggunakan aturan WHO lama yakni rata-rata 24 jam sebesar 55 mikrogram per meter kubik. 

“Itu yang dipakai di Permenkes dan Permen KLHK. Tapi WHO tahun ini mengeluarkan aturan baru. Jadi untuk PM 2,5 yang ini sangat berbahaya bagi kesehatan, standarnya rata-rata 24 jam adalah 15, dan rata-rata satu tahunnya adalah 5,” jelasnya.

Dari hasil pemantauan, Budi menjelaskan kualitas udara di Jabodetabek sejak 2021 sampai 2023, temuan PM 2,5 cukup tinggi dan fluktuatif. Bahkan, sejak April sampai Juli 2023 rata-rata PM 2,5 di Jabodetabek datanya mencapai di atas 50 mikrogram per meter kubik.

“Jadi kita tidak pernah memenuhi standar WHO,” tandas Budi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya