Politisi Golkar Dave Laksono Bicara Pentingnya Batas Wilayah Udara: Menyangkut Kedaulatan Negara

Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono
Sumber :
  • DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, mengatakan saat ini Indonesia masih menghadapi masalah pada bidang kedirgantaraan dan tata ruang udara. Menurutnya ini menyangkut kesadaran akan pentingnya ruang udara sebagai bagian dari kedaulatan suatu negara.

Khofifah Klaim Dapat Dukungan 4 Parpol untuk Maju Pilgub Jatim

"Belum disadari benar bahwa wilayah udara kedaulatan sebagai salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat," kata Dave Laksono, dalam keterangan persnya, Jumat 15 Desember 2023.

Penjelasan ini sempat dipaparkan politisi Golkar itu, dalam seminar nasional pengelolaan ruang udara yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan.

Golkar Tetap Optimis Meski Elektabilitas Ahmed Zaki Masih Rendah di Bursa Cagub DKI

Jelasnya, banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya ruang udara bagi aspek pertahanan dan keamanan negara. Serta ruang udara sebagai bentuk kemajuan perekonomian suatu bangsa. 

Sejalan dengan konstitusi di Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

Sinyal Siap Lawan Menantu Jokowi, Ijeck: Kita Mau Bersaing Secara Sehat

"Oleh karenanya ruang udara berkaitan erat dengan kedaulatan suatu negara. Konsep kedaulatan negara atas ruang udara memiliki sejarah panjang. Pada tahap awal, terdapat perdebatan panjang apakah langit perlu dibebaskan dalam perumusan konsep kedaulatan negara. Adalah Konvensi Paris 1919 yang menjadi titik tolak di mana negaranegara secara konsisten telah menegaskan kontrol kedaulatan atas ruang udara," jelasnya.

Lebih lanjut, Dave memaparkan terjadi 1.500 pelanggaran udara di ruang udara nasional sepanjang 2020 berdasarkan data yang disampaikan Menteri Pertahanan.

Lalu tahun 2021 Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (kini Komando Operasi Udara Nasional atau Koopsudnas), mencatat terdapat 600 pelanggaran pada ruang udara nasional.

"Ternyata pelakunya tidak terbatas pesawat udara sipil asing saja, tetapi juga pesawat udara militer negara asing," tegasnya.

Dia menyebutkan, berdasarkan UUD RI 1945 yang sudah diamandemen, wilayah udara di atas wilayah teritorial NKRI belum disebut dengan jelas sebagai wilayah udara kedaulatan Indonesia. 

"Karena masih merebaknya kesimpangsiuran dalam tata kelola pengaturan wilayah udara termasuk untuk penerbangan nasional pada kegiatan operasional sehari-hari antara penerbangan sipil dan penerbangan militer," jelas Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 ini.

Ia menjelaskan, saat menjadi anggota ICAO (International Civil Aviation Organization). Otoritas penerbangan nasional Indonesia masih berada dalam tubuh Kementerian Perhubungan. 

"Atau dalam arti saat itu Indonesia masih belum memiliki Indonesia National Aviation Authority yang independen, ujarnya.

Sekarag pemerintah mengusulkan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional dalam Prolegnas Prioritas 2023. Beberapa aspek penting yang tidak boleh luput dari pembahasan RUU tersebut dalam konteks kedaulatan negara dan hukum internasional secara inklusis. Dia mengatakan seperti sistem tata kelola yang komprehensif, peningkatan kapasitas, batas rasional, demarkasi antara ruang udara dan angkasa membawa konsekuensi konkrit dan realistis, serta vital.

Penentuan rezim hukum yang berlaku juga perlu. Karena diperlukan untuk pengelolaan ruang udara bagi penerbangan sipil, kedaulatan nasional perlu dipahami secara konsisten dengan realitas politik, ekonomi, dan sosial.

"Meski kedaulatan negara merupakan prinsip dasar dalam hukum internasional, namun gagasan tentang kedaulatan tetap dinamis dan terus berkembang seiring perkembangan lingkungan global," katanya.

Seiring kemajuan teknologi, menurutnya zona near space memiliki potensi signifikan untuk kepentingan sipil dan militer. Menurut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok menggambarkan near space sebagai medan pertempuran baru. 

"Mengingat belum hadirnya hukum positif yang membicarakan perihal near space secara spesifik bagi ruang udara Indonesia, kiranya ketentuan ini dapat menjadi setidaknya satu pasal dalam perumusan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional," harapnya.

Saat ini Indonesia sedang membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Di sana dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Ruang udara di atas ALKI merupakan airroads bagi pesawat negara, termasuk pesawat tempur asing, di mana terdapat kebebasan hingga batas tertentu mengacu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. 

"Sekarang muncul kembali tantangan layaknya pada peristiwa hukum FIR-DCA, yakni sejauh apa menahan diri dalam menetapkan prohibited, restricted, dan danger area agar tidak bertentangan dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya