Keluarga Harap Anggota TNI AL Penganiaya Anak Dihukum Berat

Ilustras.
Sumber :
  • Foto: Istimewa

VIVA.co.id – Persidangan anggota TNI Angkatan Laut yang didakwa menganiaya dua orang anak telah berjalan sejak awal Agustus lalu di Pengadilan Militer II-09 Bandung. 

Anak Aghnia Punjabi Dianiaya, Ini 6 Tips Pilih Baby Sitter yang Berkualitas

Dalam persidangan, setelah memeriksa para korban HA (14), SKA (13), dan sejumlah saksi lainnya, Majelis Hakim pun mendengarkan keterangan terdakwa Koptu Mar Saheri. Akhirnya, pada 16 Agustus 2016 lalu, Oditur Militer, Eko Sugianto, melayangkan tuntutan 5 bulan penjara atas kasus dugaan penganiayaan ini. Oditur menjeratnya dengan Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak. 

Namun, keluarga korban sangsi dengan indepedensi peradilan militer, mengingat tuntutan Oditur dibuat tak sesuai kenyataan. Terutama pada kronologi penganiayaan yang tertuang dalam berkas tuntutan, terkesan hanya mengutip keterangan terdakwa, dan tak mencatumkan kesaksian para korban.

CCTV Jadi Bukti yang Memberatkan Suster Penganiaya Anak Aghnia Punjabi

Kuasa Hukum sekaligus pendamping korban, Bunga Siagian mengatakan, tuntutan Oditur mencederai rasa keadilan, karena lima bulan kurungan itu melenceng dari tujuan hukum acara pidana, yang mencari kebenaran faktual.

"Ini (tuntutan) benar-benar mencederai rasa keadilan," kata Bunga saat menggelar konferensi pers di LBH Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.

Penampakan Kantor Penyalur Suster Tersangka Penganiaya Anak Aghnia Punjabi di Surabaya

Seharusnya, tekan Bunga, keterangan terdakwa yang tak didukung keterangan saksi lainnya, tidak serta merta mengesampingkan keterangan yang disampaikan saksi. 

"Apalagi terdakwa tidak disumpah. Artinya dia tentunya punya hak untuk mangkir dari tuduhan. Semestinya pernyataannya tidak bisa langsung dianggap kebenaran tanpa didukung keterangan saksi lainnya. Inilah yang membuat keluarga korban yang terus memantau persidangan menjadi kecewa," kata Bunga. 

Lebih jauh Bunga menerangkan, Oditur terkesan tak sungguh-sungguh dalam menuntut hukuman. Padahal pada pertimbangan yang memberatkan, Oditur menyampaikan bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI.  Selain itu, perbuatan terdakwa telah mencemari nama baik institusi dan menarik perhatian publik. Oditur juga menyebut tindakan terdakwa membuat korban di bawah umur mengalami trauma.

"Tapi itu tidak sejalan dengan tuntutan pidana ringan yang diminta, yaitu 5 bulan. Padahal maksimalnya 3 tahun 6 bulan," kata Bunga.

Kekecewaan juga disampaikan keluarga korban saat hadir dalam jumpa pers ini. Harjoni Tutut, ayah HA, mengaku pesimistis mendapatkan keadilan dari Pengadilan Militer terkait kasus ini.

"Saya sangat kecewa pak. Apakah memang keadilan masih bisa kami dapatkan di Pengadilan Militer?" ujarnya terisak. Seketika Bunga dan Riefqi Zulfikar dari LBH Bandung yang mendampingi langsung menenangkannya. "Ini belum final pak, sabar ya," tutur Bunga. 

Riefqi menambahkan, pihaknya berharap majelis hakim dapat menilai kebenarannya, dan tidak mengikuti tuntutan Oditur itu. Dia mengutip ketentutan dalam Pasal 182 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berisi: "Musyawarah tersebut pada ayat 3 harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan."

Senada, Ketua Bidang Advokasi Fair Trial LBH Jakarta, Arif Maulana juga menyampaikan harapannya agar majelis hakim yang dipimpin oleh Letkol CHK Kowad Nanik bisa independen dalam mempertimbangkan dan memutus perkara ini. 

"Kami mendorong majelis hakim menjunjung tinggi prinsip independen dalam sistem peradilan. Dan kami juga berharap hakim memutus perkara ini dengan fakta dan hati nuraninya," ujarnya.

Untuk diketahui, HA dan SKA mengalami penganiayaan pada Desember 2015 lalu. Mereka diteriaki maling oleh Koptu Saheri saat sedang melintas menggunakan sepeda motor di depan rumahnya di Komplek Graha Kartika Pratama, Cibinong. 

Hal ini terjadi setelah gelas minuman yang dipegang HA terlempar ke depan rumah Saheri. Teriakan tersebut memicu sejumlah warga memukuli HA dan SKA. Warga juga menelanjangi dan mencambuk, bahkan berniat membakar tubuh kedua anak SMP ini.

Sidang pembacaan vonis hakim akan dibacakan pada 23 Agustus 2016 mendatang.

Laporan: Edwien Firdaus/ Jakarta

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya