Megawati Kritik Aturan Baru soal Peneliti di Indonesia

Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri (kiri) menghadiri Penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri mengatakan Pancasila dan UUD 1945 tidak menghendaki suatu model pemerintahan teknokratis yaitu pemerintahan yang cenderung abai terhadap dialektika dalam menyelesaikan persoalan. 

Prabowo Bilang Bung Karno Bukan Milik Satu Partai, Elite PDIP Beri Penjelasan Begini

"Pola pikirnya bersifat monokausal yaitu hanya memperhitungkan satu faktor. Kebijakannya tidak komprehensif bahkan acap kali tidak mempertimbangkan dampak dari keputusan," kata Megawati di kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis 8 Maret 2018.

Presiden ke-5 Republik Indonesia ini mengatakan, pemerintahan teknokratis lebih mempertimbangkan sisi pragmatis yang menempatkan kepentingan modal kapital di atas realitas sosial. Menurutnya, model pemerintahan seperti ini bertentangan dengan amanat Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. 

Sah Jadi WNI, Maarten Paes Ngaku Sudah Bisa Bahasa Indonesia dan Hafal Pancasila

"Di berbagai kesempatan, saya selalu sampaikan, jangan membuat keputusan politik yang hanya mempertimbangkan teknis administratif yang malah membuat jarak dengan rakyat. Jangan hanya menghitung untung rugi dari sisi budget sesaat," paparnya.

Aspek Finansial

Mahfud MD Bicara Pentingnya Jaga Demokrasi agar Terhindar dari Kediktatoran

Menurut Mega, keputusan politik tidak boleh diambil hanya mempertimbangkan aspek finansial kas negara belaka. 

"Saya ambil satu contoh. Saat ini saya sedang memperjuangkan nasib para peneliti madya Indonesia. Telah terbit aturan menteri yang mempercepat usia masa pensiun bagi peneliti dari usia 65 tahun menjadi 60 tahun. Padahal
bangsa ini sangat kekurangan peneliti," ungkap Mega.

Menurutnya dari awal dirinya telah memberi saran kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) agar membuat kajian pemetaan aparatur negara. Artinya reformasi birokrasi harus secara tepat memperhitungkan mana aparatur yang harus dipangkas dan mana yang harus dipertahankan pula diprioritaskan untuk kepentingan pembangunan. 

"Menurut pendapat saya, tidak ada salahnya jika aturan tersebut ditinjau kembali. Apalagi saat ini kita sedang berupaya membangun science based policy," lanjut Mega. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya