Logo BBC

Jokowi dan Prabowo Dianggap Sama-sama Berjurus 'Propaganda ala Rusia'

Debat Pertama Capres-Cawapres Pemilu 2019, Joko Widodo-Prabowo Subianto.
Debat Pertama Capres-Cawapres Pemilu 2019, Joko Widodo-Prabowo Subianto.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

"Orang-orang yang tadinya sudah yakin kepada Jokowi, bisa saja berubah. Semisal pendukung yang masih setengah hati ini, kecenderungan bergeser pilihannya ada karena melihat sikap Jokowi," imbuhnya.

"Jadi kalau kubu penantang bilang selisih antara Prabowo dan Jokowi makin tipis, bisa saja kalau begini terus," sambungnya.

Pernyataan "propaganda Rusia" itu bermula ketika Jokowi menghadiri deklarasi dukungan di Kantor Redaksi Jawa Pos, Surabaya.

"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Jokowi.

Tapi belakangan Kedubes Rusia di Jakarta melalui akun Twitternya menyatakan pemerintah Rusia tidak pernah ikut campur soal urusan dalam negeri maupun proses elektoral di negara lain termasuk Indonesia.

"Sebagaimana diketahui istilah "propaganda Rusia" direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," demikian pernyataan Kedubes Rusia melalui akun Twitter resmi mereka, Senin (04/02)).

Aditya juga mengatakan psywar atau perang urat syaraf yang dilakukan kedua kubu, tidak akan efektif memengaruhi pemilih muda. Ini karena informasi yang mereka miliki lebih banyak ketimbang menelan mentah-mentah pernyataan yang diembuskan masing-masing calon.

Pendapat serupa juga disampaikan Peneliti dari Lembaga Survei Indikator Politik, Adam Kamil.