Siapa Bilang Robot Matikan Penghasilan Buruh?

Ilustrasi startup.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA – Revolusi industri 4.0 diprediksi akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru dan menjadi lompatan besar bagi ekonomi Indonesia. Revolusi industri ini diartikan sebagai lompatan teknologi di bidang industri yang lebih efisien, efektif dan serba otomatis dikendalikan oleh robot. 

Rektor IPDN Mendorong Kesiapan Hadapi Revolusi Industri

Revolusi industri 1.0 sebelumnya diawali dengan penemuan mesin uap pada 1698, sementara revolusi industri 2.0 dimotori oleh pemanfaatan listrik, dan revolusi industri 3.0 dipicu pengembangan semi konduktor dan otomatisasi industri awal. 

Optimisme Presiden Jokowi atas peluang lapangan kerja disampaikan dalam Industrial Summit 2018 dinilai cukup berdasar. 

'Smart Mining' di Industri Pertambangan

Anggota Komisi Ekonomi dan Keuangan DPR, Romahurmuziy meyakini, dampak terhadap ekonomi dari adanya revolusi industri 4.0 akan menciptakan aneka bisnis baru di Indonesia dari mulai booming-nya perusahaan rintisan (startup), virtual reality, artificial intelligence (kecerdasan buatan), big data, dan quantum computing

Namun di sisi lain, ada kekhawatiran revolusi industri 4.0 bisa menggerus pekerjaan manusia seiring Indonesia menjadi kekuatan ekonomi ke-5 dunia pada 2030 dalam prediksi lembaga reputasi internasional PricewaterhouseCoopers (PwC). Data lembaga menunjukkan, pada 2050 menjadi peringkat ke-4 menggeser Jepang sebagai ekonomi terbesar di dunia. 

Dunia Terus Berubah, Inovasi Tak Bisa Ditawar-tawar

Penciptaan lapangan kerja secara besar-besaran juga salah satu kunci dari adanya revolusi industri baru ini. 

Laporan McKinsey Global Institute edisi 2017 menunjukkan, revolusi industri 4.0 membuat 800 juta lapangan pekerjaan akan hilang hingga 2030, karena tenaga manusia digantikan oleh otomatisasi robot. 

"Sebenarnya kesimpulan dari laporan McKinsey ini belum lengkap tanpa melihat studi sebelumnya," kata pria yang akrab disapa Rommy ini. 

Robot tak matikan pekerjaan

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey di Perancis selama 15 tahun terakhir membuktikan fakta, 500 ribu pekerjaan hilang akibat perkembangan teknologi internet. Tapi di sisi yang lain, internet justru menciptakan 1,2 juta lapangan kerja baru di Perancis. Artinya ada surplus 700 ribu lapangan kerja baru. 

Begitu juga dengan kekhawatiran musnahnya pekerjaan akibat teknologi khususnya robotisasi, juga tidak terbukti di Amerika Serikat. 

Tingkat pengangguran di AS pada 2017 turun menjadi 4,1 persen atau terendah dalam kurun waktu 17 tahun terakhir. Jika 800 juta lapangan kerja hilang pada 2030, maka kemungkinan besar akan ada miliaran lapangan kerja yang baru. 

"Tantangan ke depan adalah meningkatkan keahlian tenaga kerja di Indonesia, mengingat 70 persen angkatan kerja adalah lulusan SMP. Pendidikan sekolah vokasi menjadi suatu keharusan agar tenaga kerja bisa langsung terserap ke industri," kata pria yang menjabat Ketua Umum PPP itu. 

Selain itu, Rommy berpandangan, pemerintah perlu meningkatkan porsi belanja riset baik melalui skema APBN atau memberikan insentif bagi Perguruan Tinggi dan perusahaan swasta. 

Saat ini porsi belanja riset Indonesia masih rendah, hanya 0,3 persen dari PDB pada 2016, sementara Malaysia 1,1 persen dan China sudah 2 persen. Belanja riset termasuk di dalam nya pendirian techno park di berbagai daerah, cukup penting sebagai pusat inkubasi sekaligus pembelajaran bagi calon-calon wirausahawan di era revolusi industri 4.0. 

Dengan berbagai langkah tersebut, dia berharap tingkat inovasi Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 87 dunia bisa terus meningkat sehingga lebih kompetitif di era transisi teknologi saat ini. 

"Kesimpulannya revolusi industri 4.0 bukanlah suatu ramalan yang menakutkan, justru peluang makin luas terbuka bagi anak bangsa untuk berkontribusi terhadap perekonomian nasional," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya