Ternyata, Sapi Punya Vaksin Dahsyat Lawan HIV

Menjemur sapi seusai memandikan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Membuat vaksin virus HIV memang terkenal susah. Sebab, virus mematikan ini susah dilawan, virus ini berubah sepanjang waktu dan punya kemampuan dahsyat bermutasi dan mengubah diri. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin HIV yang benar-benar mumpuni. 

Dokter Boyke Ungkap Gaya Bercinta Ini Nikmat Tapi 100 Kali Berisiko Tularkan HIV/AIDS

Namun siapa sangka, bahan vaksin HIV tak jauh di depan mata. Tim imunolog dari Amerika Serikat menemukan, sapi punya antibodi yang ternyata efektif melawan semua jenis virus HIV.

Antibodi pada sapi yang diuji coba punya kemampuan menyerang dan menetralisasi virus HIV atau dikenal dengan sebutan broadly neutralizing antibodies.

Beri Proteksi Cegah HIV hingga Kehamilan Tak Diinginkan, Begini Cara Pakai Kondom yang Benar

Dikutip dari Science News, Rabu 11 Juli 2018, dalam menjalankan eksperimennya, tim imunolog Negeri Paman Sam menyuntikkan protein HIV ke empat sapi. Kemudian tim mengambil serum dari empat sapi yang telah diimunisasi dan mengujinya untuk melawan berbagai jenis virus HIV dalam sebuah tabung pengujian. Sapi yang dilibatkan dalam eksperimen ini punya antibodi tersebut. 

Imunolog kemudian menguji salah satu antibodi sapi pada sejumlah besar jenis virus HIV. Hasilnya dalam uji coba 381 hari di laboratorium, ternyata antibodi sapi itu 96 persen mampu mencegah perkembangan 117 jenis virus HIV. Saat ilmuwan mengisolasi antibodi tersebut dari sapi, masih cukup menjanjikan sebab bisa mencegah infeksi virus HIV sampai 72 persen. 

Bantah Tudingan Venny Alberti Tularkan Penyakit Kelamin, Akash Elahi: Saya Siap Tes HIV Lagi

Usut punya usut antibodi sapi punya kekuatan melawan virus HIV. Antibodi ini punya beberapa fitur unik, salah satunya punya bentangan panjang asam amino yang keluar dari permukaan antibodi. Bagian inilah yang mampu melawan sebuah virus dan berbagai jenisnya. Sementara itu, sebuah virus membutuhkan bentangan asam amino ini untuk masuk ke sebuah sel. 

Selain itu, sistem virus HIV memang kokoh. Lapisannya yang tebal membuat virus ini mengikat sebuah situs yang membuatnya susah dijebol. 

Imunolog molekuler dari Scripps Research Institute California, Amerika Serikat Voughn Smider menjelaskan, dalam melawan kemampuan virus HIV itu butuh sebuah rentang panjang asam amino. Nah, Smider berpandangan, bentangan panjang asam amino antibodi pada sapi mampu menjebol dan mencapai virus HIV tersebut. 

Panjang asam amino pada antibodi sapi nyatanya lebih baik dari asam amino antibodi yang dihasilkan dari orang terinfeksi HIV. Smider menjelaskan, pada orang dengan HIV wilayah antibodi yang disebut HCDR3, punya sekitar 30 asam amino. Jumlah tersebut sekitar dua kali dari apa yang biasa dihasilkan antibodi manusia. 

"Meskipun dari sisi manusia itu (jumlah asam amino) tergolong panjang, tapi dari sisi sapi itu pendek," jelas Smider atas eksperimen timnya. 

Dari sinilah maka muncul ide mengapa tidak mengimunisasi sapi sejak lahir untuk bisa menghasilkan antibodi atau vaksin HIV. Sapi, jelas Smider, secara alami membuat HCDR3 lebih panjang. 

Dengan demikian, Smider berpendapat, jika ilmuwan bisa menginduksi antibodi dengan HCDR3 yang panjang pada manusia, maka akan berpotensi menjadi basis untuk vaksin HIV tersebut bekerja. Dengan mempelajari bagaimana antibodi sapi ini bekerja pada manusia, maka membuka kemungkinan menjadi vaksin dahsyat untuk melawan HIV.

"Anda butuh sebuah tahapan sebelum imunisasi sapi yang membantu memperluas antibodi langka ini," ujar Smider. 

Hasil eksperimen tim Smider itu mendapat pengakuan dari peneliti lain yang tak terlibat dalam studi tersebut. 

"Studi ini mengidentifikasi metode baru dan lebih efisien untuk menghasilkan antibodi pelawan HIV," ujar imunolog dari Johns Hopkins University School of Medicine Amerika Serikat, Justin Bailey.

Namun di sisi lain, tantangan mengadang. Dalam laporannya di jurnal Nature, ilmuwan yang terlibat dalam studi ini mengatakan, sapi akan menghasilkan antibodi pelawan virus HIV dalam waktu 42 tahun setelah imunisasi dilakukan.  

Tapi harapan dan dukungan tak pernah padam. Beberapa pihak meyakini pengembangan antibodi ini bisa lebih singkat, hanya butuh beberapa tahun setelah tahap infeksi natural.   

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya